Sayyiduna Ja`far Bin Abi Thalib, Sebuah Kisah Tentang Cinta Dan Pengorbanan





KISAH SAYYIDUNA JA'FAR BIN ABI THALIB, SEBUAH KISAH TENTANG CINTA DAN PENGORBANANNYA 

Sayyidil Habib Umar Bin Hafidz :

Ketika tangan kanan Sayyidina Ja'far (yang memegang erat bendera kaum muslim dalam perang Mu'tah) terbabat putus oleh sambaran pedang musuh, bendera itu berpindah ketangan kiri, hingga tangan kirinya juga terbabat putus, tapi dengan segala upaya beliau tetap berusaha agar panji persatuan pasukan muslim itu tidak terjatuh, hingga bendera itu diambil alih oleh sahabatnya, Mereka menemukan bahwa badannya telah tertusuk delapan puluh kali (dengan pedang, tombak dan panah) tapi semua luka-luka berada di bagian depan tubuhnya, bukan di punggung atau samping badannya. Ini karena ia tetap teguh dan tidak untuk sesaat berpaling dari musuh..Dalam keadaan terluka parah, Ia ditawari air untuk diminum, tetapi ia menolak untuk meminumnya, dan mengatakan bahwa ia berpuasa.

"Anda berpuasa ditengah perang yang berkecamuk dan teriknya panas matahari?"mereka bertanya
"Aku ingin berbuka puasa di Jannah" Jawabnya

Mereka membawa pergi air itu, dan saat matahari terbenam Sayyiduna Ja'far Bin AbiThalib telah berbuka puasa Di Jannah tertinggi (meninggal Syahid).

Perang itu terjadi di daerah Yordania, pada saat yang sama Rasulullah Shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam sedang berbicara dan dikerumuni oleh sekelompok sahabat ribuan kilometer dari arena peperangan (sedang berada di Madinah). Nabi menegakkan kepala beliau dan berkata: “Wa alayka al-salam wa rahmatullah wa barakatuh” dan beliau terus berbicara hingga selesai, kelompok sahabat yang duduk mengitarinya ingin tahu apa yang sedang terjadi..

Mereka bertanya pada Nabi, 'dengan siapa anda berbicara wahai Rasulullah?'.

"Itu Ja'far bin Abi Thalib di depan ku, datang bersama sekelompok malaikat. Allah mengganti tangannya dengan dua sayap sehingga ia bisa terbang ke mana pun yang dia inginkan di surga".

Semenjak saat ini mereka menjuluki Sayyiduna Ja'far dengan gelar 'al-Tayyar' atau 'Penerbang' jauh sebelum pesawat diciptakan. Dia tidak hanya terbang di langit, tapi di surga. Dia datang dari Mu'tah di Yordania menuju al-Madinah. Mengapa perlu pergi ke al-Madinah jika dia sudah jadi salah satu penghuni surga? Apa tujuan dia datang ke al-Madinah? Tujuannya adalah untuk mengunjungi satu orang yang lebih dicintai baginya daripada surga. Namanya adalah Muhammad, Nabi ï·º Kita. 

Kalau bukan karena cinta ini tentunya tidak perlu baginya untuk pergi ke al-Madinah untuk memberi salam kepada Rasulullah. Bahkan surga tidak menyebabkan dia untuk melupakan Muhammad karena ia tahu bahwa ia hanya masuk surga karena fakta bahwa ia adalah pengikut Muhammad. Dia tahu bahwa tanda sejati imannya adalah untuk Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai baginya daripada apa pun, termasuk Surga.

Kapan Kita akan naik mencapai derajat ini, saudaraku? Apakah Kita akan membiarkan hidup Kita lewat dan pertemuan dengan Allah datang tanpa upaya mencapai derajat ini? Bagaimana hari dan malam kita berlalu, amalan kita sholat, puasa dan haji kita? Adakah pengaruhnyanya untuk menggapai derajat Sayyiduna Ja'far Al Tayyar?

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma soli ala sayidina muhammad nabiyil umiy wa alihi wa shobihi wa salim
Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close