Para Awliya Yang Tidak Nampak Dan Menonjol


PARA AWLIYA YANG TIDAK NAMPAK DAN MENONJOL

Al Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

Diantara keistimewaan di negeri hadramaut adalah banyaknya para Awliya. Dan hal itu tidak lepas dari doa mustajab Kholifah Rasulullah SAW Sayyiduna Abu Bakar Ash Shiddiq untuk mereka. 

Ketika wafat Rasulullah SAW sebagaimana dinyatakan oleh ahli sejarah bahwa banyak dari bangsa arab yang telah masuk islam menjadi murtad, sebagaimana dilain pihak banyak dari mereka yang tidak mau menunaikan zakat. 

Sehingga Kholifah Sayyiduna Abu Bakar mengutus para sahabat ke berbagai penjuru untuk berjihad di jalan Allah memerangi mereka. Di antaranya adalah negeri Hadramaut. Sang Kholifah mengutus rombongan para sahabat ke negeri Hadramaut untuk berjihad di jalan Allah. Banyak dari mereka adalah para sahabat yang pernah ikut dimedan perang Badr bersama Rasulullah SAW. 

Pasukan berkuda tersebut menempuh perjalan panjang dari Madinah ke negeri Hadramaut hingga mereka memasukinya dari kota Tarim. Pasukan berkuda para sahabat menuruni puncak gunung dan mereka beristirahat di kota tarim. Tempat peristirahatan mereka dinamai sejak saat itu dengan lembah Khoylah (Kuda), karena ditempat itu pasukan berkuda para sahabat beristirahat.

Para sahabat disambut gembira oleh seluruh penduduk kota Tarim. Dan tidak seorangpun dari penduduk kota Tarim yang murtad ataupun membangkang, bahkan sebaliknya, mereka mendukung penuh perjuangan para sahabat Rasulullah SAW dan ikut berjuang dan berkorban bersama para sahabat. 

Hal itu disampaikan melalui surat oleh pimpinan para sahabat kepada kholifah sayyiduna Abu Bakar Ash Shiddiq. Dan beliau sangat gembira dengan kabar itu hingga beliau mendokan untuk kota Tarim dengan 3 doa. 

Pertama agar Allah tumbuhkan di kota itu para Awliya yang sangat banyak sebagaimana rumput yang tumbuh di musim hujan. Kedua agar air di kota Tarim senantiasa berlimpah. Ketiga agar kota Tarim senantiasa makmur hingga hari kiamat. 


Dan Allah telah mengabulkan semua doa tersebut. Sehingga kota Tarim hingga saat ini makmur, sebagaimana airnya sangat berlimpah dan para Awliyanya sangat banyak.

Dalam perjalanan saya kali ini dan sebelumnya, saya ingin menceritakan tentang pengalaman saya dengan para awliya di negeri ini. Para Awliya dan kaum solihin di negeri Hadramaut dan di kota tarim sangat banyak sebagaimana doa Kholifah sayyiduna Abu Bakar Ash Shiddiq. Baik para awliya yang nampak maupun yang tidak nampak dan menonjol.

Pernah dikatakan oleh para kaum sholihin bahwa pintu gerbang kota syibam setiap hari keluar masuk dari pintu gerbang tersebut tidak kurang dari 40 wali.

Sehingga pernah ada seseorang yang ingin membuktikannya, yaitu suatu pagi dia duduk di pintu gerbang kota Syibam. Dengan memegang tasbih untuk menghitung. Setiap kali ia melihat seseorang yang wajahnya bercahaya, pakaian ahli ibadah, berdzikir, dia gerakan tasbihnya dan dia masukan dalam hitungan tasbihnya bahwasanya orang ini ada salah satu wali dari para awliya. 

Dan begitu seterusnya setiap kali dia melihat orang yang tampilannya sebagai orang soleh. Sehingga ujung tasbih telah berputar ditangannya beberapa kali. 

Hingga lewat seorang pekerja pembersih penampungan kotoran WC yang bau dan kotor. Maka ketika melihatnya, ia tanpa ragu tidak memasukkan orang ini dalam hitungan para Awliya dengan tasbehnya. Ketika orang tersebut berjalan agak jauh, tiba-tiba ia kembali dan menghampirinya dan mengatakan kepadanya, kenapa kau tidak memasukkanku dalam hitungan para awliya dengan tasbehmu? Tidakkah kamu tahu bahwa aku adalah salah seorang dari mereka.

Di kota Rubath Ba'Syin juga pernah dikatakan oleh kaum solihin bahwa tidak pernah kurang dari 40 wali dari awliya Allah, setiap ada yang wafat dari mereka akan digantikan oleh Allah seseorang lainnya yang duduk di kursi kewaliannya.

Dahulu saat belajar dan menimba ilmu di negeri hadramaut, saya tinggal di lembah Dow'an selama kurang lebih 2 bulan mengajar daurah yang diadakan oleh Guru saya yang mulia Al Habib Abdullah bin Hamid Al Jailani di dua kota yang bersebelahan dari lembah Dow'an. Yaitu kota Khuraibah dan kota Rubath Ba'syin. 

Saya keliling hampir di seluruh kota dan perkampungan lembah Dow'an yang penuh dengan kaum solihin dan para Awliya. Dari seluruh kota dan perkampungan tersebut, saya mendapati kota Rubath Ba'syin banyak sekali orang gilanya. 

Mungkin lebih tepatnya adalah orang-orang yang dianggap gila oleh masyarakat namun sebenarnya mereka tidak gila. Tapi kecintaan kepada Allah yang sangat besar dan mendalam membuat mereka mabuk cinta bahkan membuat prilaku mereka bagaikan orang gila. Mereka tidak peduli lagi dengan tampilan fisik mereka, pakaian, bahkan komunikasi dengan masyarakatpun sudah tidak bagaikan orang normal lainnya. Namun memang inilah cinta yang amat besar kepada Allah yang telah merasuki jiwa dan sanubari mereka.

Saya berjumpa dan kenal banyak dengan mereka saat itu, walau dalam kesempatan berziarah ke hadramaut kali ini saya dapati mereka orang-orang yang dimabuk cinta yang dianggap gila tersebut yang pernah saya kenal telah banyak dari mereka yang meninggal dunia. 

Diantaranya Al Habib Muhammad bin Salim Al Attas, dan lain-lainnya. Yang tersisa dari mereka yang saya kenal mungkin hanya satu, yaitu syeikh said yang semoga Allah memanjangkan umur beliau. Apabila kita melihat bentuk fisiknya maka saya katakan bahwa mungkin bentuk fisik gembel dan orang gila di negeri kita jauh lebih bagus dan lebih bersih. 

Dahulu saat saya dua bulan tinggal di Lembah Dow'an saya selalu menjumpai beliau membersihkan masjid, baik di pagi hari, siang hari, sore hari maupun malam hari bahkan di tengah malam. Apakah kita pernah dapati orang gila yang kesibukannya membersikan masjid? 

Saya selalu dapati beliau setiap asar Jum'at menghadiri pembacaan Maulid di salah satu masjid tua di kota Khuraibah. Pernahkah kita dapati seorang gila istiqomah menghadiri pembacaan maulid? 

Di kegelapan malam selalu didapati beliau sedang berada di kuburan-kuburan para wali yang dimakamkan di lembah Dow'an. Pernahkah kita dapati seorang gila sejati yang kesibukannya setiap malam berziarah ke pemakaman Awliya? 

Bahkan saya pernah menghadiri pembacaan Hadrah di Qubbah Al Wali Asy Syeikh Ahmad bin Abdul Qodir Ba'Syin yang diadakan setiap hari jum'at pagi lepas isyraq, dan ketika saya hadir di sana, saya dapati hampir semua hadirin adalah orang-orang yang dianggap gila tersebut oleh masyarakat termasuk Asy Syeikh Sa'id dan Kakak beliau yang beberapa tahun lalu meninggal dunia. 

Al Habib Hamid bin Alwi Al Baar seorang penyair dari Dow'an dan juga Sahabat saya yang pertama kali mengajak saya menghadiri acara Hadrah tersebut, saat mengajak saya menghadirinya beliau mengatakan, bawalah tasbeh, dan hitunglah berapa banyak orang-orang gila yang akan akan menghadirinya. Dan saya membawa tasbeh, saya menghitungnya dangan tasbeh setiap orang gila yang hadir Hadrah, dan ternyata sebagian besar yang hadir adalah mereka orang-orang yang dianggap gila tersebut.

Hanya Allah yang mengetahui bagaimana besar kecintaan saya kepada lembah Dow'an. Bagaimana kenangan manis saya di lembah suci tersebut. Ya Allah hamba titipkan kenangan-kenangan manis ini kepadaMu.

Tidak ada yang mengetehui apakah kenangan indah tersebut akan terulang lagi untuk saya di lembah suci Dow'an bersama orang-orang yang saya cintai? Tidak ada yang mengetahuinya.

Dahulu setiap malam jum'at lepas maghrib di Darul Mushtofa selalu hingga saat ini diadakan pembacaan maulid bersama Al Habib Umar. Diantara program dakwah Al Habib umar adalah mengirim para penceramah di malam jum'at saat acara maulid di Darul Mushthofa ke masjid-masjid di kota Tarim dan sekitarnya untuk berceramah dan berdakwah di jalan allah selepas solat Isya. 

Saya dan beberapa teman saya ikut dalam program tersebut. Suatu malam, saya diutus untuk berceramah di masjid yang menempel dengan tembok pekuburan Zanbal dekat dengan Qubbah Al Imam Abu Bakar Basyumailah. 

Kebetulan imam ratib di mesjid itu seseorang dari penduduk kota Tarim. Saya tidak kenal dengannya. Namun ketika saya melihat bentuk fisiknya yang kumuh dan kumel, saya meremehkannya dan mengatakan dalam hati saya, kenapa yang semacam ini menjadi imam masjid? Hanya itu yang terlintas dalam hati saya. 

Setelah dilaksanakan solat isya berjamaah saya dipersilahkan olehnya untuk berceramah. Setelah berceramah dan jamaah masjid bubar, orang ini memanggil saya dan mengatakan, bolehkah saya duduk dan berbincang denganmu? 

Saya katakan boleh. Dalam perbincangannya dia bertanya kepada saya dengan tegas, apakah kamu tahu berapa banyak Tasydid yang wajib dibaca saat membaca Al Fatehah dalam Solat? 

Kebutulan jawabannya secara jelas telah saya hafal dalam kitab Safinah An Najah. Maka saya berikan jawabannya dari hafalan saya yang agak lemah dan terpatah-patah. 

Kemudian setelah dia mendengar hafalan saya yang lemah dan terpatah-patah dia katakan kepada saya, maukah kamu mendengarkan hafalan saya? Maka dia membacakan apa yang barusan saya bacakan dari hafalan saya yang lemah dan terpatah-patah dari hafalannya yang sangat lancar, kuat dan sangat cepat. 

Saat itu saya tundukkan kepala saya penuh dengan rasa malu. Lalu dia katakan kepada saya, ketahuilah bahwa kami seperti ini yakni kami para awliya di sini tidak nampak, dan kelihatan kumuh dan seakan menutup-nutupi diri kami karena memang kami tidak mendapatkan izin untuk tampil. Berbeda halnya dengan Habib Umar, Habib Hasan Asy Syatiri dan Habib Salim Asy Syatiri. Mereka telah diizinkan untuk tampil dan membimbing ummat, sedangkan kami tidak diizinkan. Kamu dapat tampil tiada lain karena izin dari gurumu.

Mendengar teguran keras darinya kepada saya, saya malu, dan menyesal telah meremehkan orang-orang yang sekilas dianggap remeh..

Teringat apa yang pernah diungkapkan oleh Al Imam Abdurahman bin Abdullah Bal Faqih Murid Al Habib Abdullah Al Haddad

و كم خفي في الخلق من مسكين
قد امتلا من صفوة اليقين
و هان بين الناس ذو الطمرين
و هو لدى الحق عظيم عالي

Berapa banyak dari hamba Allah yang tersembunyi dan tidak dikenal, telah penuh dalam hatinya inti dari Yaqin dan Iman, sedang keadaannya di mata manusia sebagai orang yang hina, miskin dan kumuh, padahal martabatnya di sisi Allah sangatlah tinggi.

Sahabatmu..

Ahmad bin Novel bin Jindan

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholi 'ala sayidina muhammad nabiyil umiyi wa 'ala 'alihi wa shohbihi wa salim

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close