Makna Kembali Kepada Al-Qur'an dan Sunnah yang Sebenarnya


MAKNA KEMBALI KEPADA AL-QUR'AN DAN SUNNAH YANG SEBENARNYA

Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya : 

Imam`Ala’udin Ali al-Hanafi (W. 796 H) dalam kitabnya al-Ittiba’ mengatakan: ومن ظن أنه يعرف الأحكام من الكتاب والسنة بدون معرفة ما قاله هؤلاء الأئمة وأمثالهم فهو غالط مخطئ “Orang yang merasa bahwa dirinya mengetahui hukum-hukum (syariat) langsung dari al-Quran dan Sunah, tanpa merujuk pada penjelasan penjabaran para Imam-imam besar itu, ia orang yang salah”

Kiai atau ulama kita berpegang teguh pada al-Quran dan Sunah. Beliau semua menerapkan keduanya tanpa meninggalkan konteksnya, yaitu kebudayaan lokal. Tidak mengamalkan al-Quran dan Sunah secara harfiah. Membuka mesin yang benar dengan menggunakan kunci-kuncinya, obeng dll. Ada juga yang membuka mesin dengan arit dan palu, yang penting terbuka.

Ulama kita memilih cara pertama, memahami dan menerapkan al-Quran-Sunah dengan perangkatnya "Asal" menerapkan al-Quran dan Sunah seperti membuka baud dengan arit dan palu bukan dengan alat atau cara semestinya. Anak-anak muda mudah sekali "kepincut" dengan slogan "menurut al-Quran- hadis", padahal itu semakin menjauhkan dari Islam.

Sebab kembali atau merujuk pada al-Quran dan Sunah tanpa ilmu justru semakin menjauhkan umat dari keduanya. Malah menyesatkan, contoh yang terjadi saat ini pembantaian yang kita lihat di Syiria, Irak dan negara Islam lainnya. Apakah benar al-Quran dan Sunah Nabi mengajarkan pembantaian? Contoh lainnya dalam ilmu Tauhid, alih-alih merujuk langsung pada al-Quran-hadis malah menjadi faham "mujasimah"/ tajsim: Allah berfisik. Faham ini jauh dari ajaran al-Quran. Ahlu Sunah wal jamaah menerapkan al-Quran dan Sunah tanpa memisahkannya dengan konteks, tidak dogmatis. Ulama yang menerapkan al-Quran dan Sunah tanpa meninggalkan konteks akan moderat. Sebaliknya, orang yang menerapkan keduanya secara harfiah, setback.

Salah satu sarat mutlak merujuk pada al-Quran dan Sunah adalah dengan merujuk pada pendapat para ulama, sebab jaringan transmisi kita melalui beliau-beliau semua. Para ulama sinambung, menyambung secara terus menerus dengan para atba’ tabi’in, tabi’in dan para sahabat Nabi. Para Ulama itulah yang paling memahami atsar sahabat, dan para sahabat yang paling memahami sunah Nabi. Sebagai contoh, Sahabat Nabi saw, Sy. 

Abdullah bin Umar mempunyai Murid Imam Nafi’, Imam Nafi mempunyai murid Imam malik, Imam Malik mempunyai murid Imam Syafi’i, Imam Syafi’i mempunyai murid Imam al-Muzni, al-Muzni mempunyai murid Imam Thahawi terus sinambung sampai imam al-Juwaini, Imam Haramain, Imam Gazali sampai Syekh Zaini Dahlan, Syekh Nawawi al-Bantani, KH. Hasyim Asy’ari sampai pada kiai-kiai saat ini. Jadi bagaimana mungkin kita langsung merujuk pada para Sahabat atau Tabi’in dengan meninggalkan jaringan ini.

Oleh sebab itu, Imam`Ala’udin Ali al-Hanafi (W. 796 H) dalam kitabnya al-Ittiba’ mengatakan: ومن ظن أنه يعرف الأحكام من الكتاب والسنة بدون معرفة ما قاله هؤلاء الأئمة وأمثالهم فهو غالط مخطئ “Orang yang merasa bahwa dirinya mengetahui hukum-hukum (syariat) langsung dari al-Quran dan Sunah, tanpa merujuk pada penjelasan penjabaran para Imam-imam besar itu, ia orang yang salah dan menyesatkan”

Wallahu a'lam Bishowab

Allahumma Sholli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa Shobihi wasalim  
  
Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close