SIKAP AHLUSUNNAH WAL JAMA'AH ( ASWAJA ) TERHADAP SYIAH
Guru Mulia Al-Habib Umar Bin Hafidz :
1. Tanya (seorang penganut syiah bertanya kepada Habib) : Apakah Syiah kafir atau tidak?
Jawab : “Semoga Allah memberkati dan memberi taufiqNya kepada Anda dan kita semua.,...
... di tempat kami terdapat kelompok (syiah) Zaidiyah di Yaman.
Zaidiyah adalah salah sebuah firqah Syiah, mereka adalah firqah (sekte/kelompok minoritas) Syiah yang paling dekat dengan Ahlussunnah. Kelompok ini hidup selama ratusan tahun, di antara mereka dengan kalangan ulama dan masyarakat kita terjalin hubungan baik, kehidupan bertetangga yang baik, dan akhlak yang baik.
Di antara mereka juga terjalin hubungan surat-menyurat dan saling kunjung mengunjungi, dan lain sebagainya. Mereka hidup berdampingan, di masjid-masjid mereka, mereka shalat dengan selain mereka tanpa ada perselisihan, masalah atau pertentangan.
Mereka memiliki banyak cabang dalam masalah fikih (ilmu ibadah), bahkan sebagian mereka dinilai sebagai para penganut madzhab Hanafi (imam hanafi) karena banyaknya kesamaan dalam masalah-masalah fikih (tata cara ibadah) mereka dengan madzhab Imam Abu Hanifah.
Padahal mereka bukan para penganut madzhab Hanafi. Terdapat banyak kesamaan pendapat di antara dua madzhab tersebut dan hal ini tidak masalah. Kalau hal ini Anda ketahui, maka jawaban atas pertanyaan Anda adalah bahwakami tidak mengkafirkan suatu kelompok pun dari sekian banyak kelompok Islam kecuali yang secara terang-terangan menunjukkan pertentangan terhadap sebuah persoalan agama yang diketahui secara pasti, lalu mereka mengingkarinya.
Karena itu, kita tidak bisa menghukumi secara umum. Banyak dari pengikut Ahlussunnah yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kekufuran (ingkar kepada Allah). Apabila salah seorang dari mereka mengerjakan sesuatu yang dapat menyebabkan kekufuran yang disepakati secara ijmak (disepakati ulama berdasarkan Alquran dan hadist) disepakati dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam , maka status “pengkafiran” ini untuk pelaku perbuatan penyebab kekufuran tersebut, bersifat umum.
Adapun dalam menindak si pelaku secara khusus, itu adalah tugas walîyul amri (pemerintah saja, bukan tugas kita). Sedangkan penyebutan status “kafir” tidak dilakukan dengan menyebutkan nama individu terkait.
Namun dengan cara menyebutkan perbuatan penyebab kekufuran, dan keyakinan penyebab kekufuran, karena itu orang-orang seperti Anda yang berpendapat apa pun, misalnya Anda berkata:
“Saya Syiah, saya pengikut Imam Ja’far ash-Shadiq (ulama syiah terdahulu) ”,tidak boleh dikafirkan, dengan ucapan ini, pandangan ini, tidak bisa dikafirkan.
Tidak yang diyakini orang-orang seperti Anda, kecuali bahwa Anda mengagungkan Allah Swt., mengagungkan RasulNya, mengagungkan al-Quran, mengagungkan umumnya kaum mukminin dan kalangan khusus dari mereka, serta keinginan untuk mensucikan diri Anda dari berbagai bentuk cacian, laknat dan makian kepada yang kecil dan besar.
Inilah yang diyakini dan diduga berada pada orang seperti Anda, dan dikenal pada Anda. Ini tentu tidak membuat Anda keluar dari maslak (rel / jalur) keislaman. Yakni seperti ucapan Anda: “Saya adalah seorang Syiah”, dari sini Anda tahu, bahwa kami, serta para ulama dan manusia-manusia terbaik umat ini, khususnya salaf shaleh kita dari Âl Abi Alawi (keluarga para habib), mereka adalah orang-orang yang paling jauh dari kebiasaan mengkafirkan, khususnya terhadap umat Islam, sampai seperti bunyi redaksi hadits Nabi Saw.: “Sampai kalian lihat mereka menunjukkan kekufuran secara benar-benar jelas.” Yakni yang tidak lagi perlu ditakwil (dijelaskan / diucapkan).
Namun demikian, mereka ( keluarga para habib) mengatasi perkara ini (kekufuran seseorang yang benar-benar jelas) tidak dengan atau dengan mencaci dan memaki, tetapi dengan memintanya bertaubat, dan menjelaskan masalah kepadanya. Jika ia tidak juga bertaubat maka diserahkan kepada walîyyul amri (pemerintah). Penyelesaian masalah oleh mereka hanya sampai di sini saja. Inilah cara yang ditempuh oleh para salaf shaleh kita.
Maka, kami sedikit pun tidak membenarkan takfir (pengkafiran) yang merupakan budaya kaum Khawarij (kaum yg memerangi sahabat di masa Rasul Saw) yang telah mengkafirkan para sahabat, mengkafirkan Sayyidina Ali (sahabat Rasul Saw) dan para pengikutnya dan siapa saja yang bersamanya. Meski demikian, Imam Ali tak mau mengkafirkan mereka. Maka kami bersama madzhab (panutan/ajaran) Imam Ali tersebut.
Para sahabat bertanya (kepada imam ali): “Apakah mereka (kaum Khawarij) adalah orang-orang kafir?” Imam Ali menjawab: “Tidak , mereka lari dari kekufuran.” “Apakah mereka orang munafik?” tanya mereka lagi. “Tidak, orang-orang munafik tidak berdzikir menyebut nama Allah, sedangkan mereka banyak berdzikir menyebutNya.” “Lalu kami namakan apakah mereka?” tanya mereka. (maka imam ali menjawab) “Mereka adalah saudara-saudara kita yang telah memerangi kita.”
Dalam riwayat lain Sayyidina Ali Ra. berkata: “Mereka telah ditimpa fitnah, maka mereka buta dan tuli.” Beliau tidak mau menyebut mereka kafir atau munafik,.... Padahal, orang-orang Khawarij membawa pedang dan memerangi Imam Ali,... Namun Imam Ali tak mau mengkafirkan mereka, karena sifat wara’ (menjauhi dosa) dan ketakwaannya, serta manhaj (kaidah-kaidah & ketentuan-ketentuan) karena keluasan ilmunya, dan beliaulah pintu masuk kota ilmu (Nabi Muhammad Saw). Maka manhaj (kaidah-kaidah & ketentuan-ketentuan) inilah yang kita gunakan, dan inilah manhaj para salaf kita, semoga Allah Swt. meridhai mereka semua.
Paling penting yang harus kita perhatikan banyak sekali dari kalangan putra-putri kita yang menjadi sasaran kristenisasi dan target incaran orang-orang Nasrani. Seperti apa upaya Anda dalam menghadang gerakan ini? Wajib bagi Anda sekalian untuk memikirkan secara serius dalam menghadapi fitnah dan bencana besar ini, dimana putra-putri kita menjadi target kristenisasi, di kepulauan manapun di kawasan Indonesia secara khusus.
Kedua, sejumlah putra-putri kita biasa meninggalkan shalat-shalat fardhu, tidak mengerjakannya, ada juga yang menunda-nunda pelaksanaannya, tiga waktu, empat waktu, dan tidak mempedulikannya. Mereka salat setelah lewat waktu-waktu shalat fardhu yang ditetapkan, diantara mereka ada juga yang tidak mengetahui kewajiban-kewajiban yang bersifat fardhu ‘ain, dan ada juga dari mereka yang saling memutuskan silaturahmi, pelanggaran-pelanggaran mereka itu berdampak pada siapa?
Barangkali, beberapa bencana yang turun di tengah-tengah kita, yang dialami beberapa saudara kita adalah peringatan dan sanksi atas kelalaian Anda sekalian terhadap kewajiban yang seharusnya Anda tunaikan. Karena Anda lalai, maka dampaknya kembali kepada Anda sekalian dengan lebih dahsyat. Maka, persoalan ini adalah diantara sekian banyak persoalan yang menuntut kerja sama dan kekompakan kita semua, demi melindungi putra-putri kita dari bahaya kekufuran dan melindungi mereka dari berbagai bentuk kemungkaran yang disepakati khususnya dalam lingkup kalangan dzurriyyah (keturunan) suci (ini), kemudian untuk saudara-saudara kita yang lain. Ini adalah satu diantara sejumlah kewajiban utama yang patut menjadi bahan perhatian sejauh kemampuan kita.
Adapun dalam menyikapi apa yang terjadi berupa munculnya sejumlah perbedaan pendapat, adalah menyikapi dengan bijaksana, dan memberikan bimbingan dengan rahmat dan kasih sayang, serta dengan berusaha untuk menjelaskan hakikat (dasar) permasalahan semaksimal mungkin, merekatkan kembali perpecahan, dan meredam fitnah semampu kita. Inilah seharusnya sikap yang harus kita miliki.
Marilah semaksimal mungkin kita berusaha agar jangan ada di antara kita pencaci, pemaki, pelaknat, dan yang sering mengkafir-kafirkan.
Sedangkan mengenai kapan hasilnya dapat kita wujudkan, apakah dalam satu-dua hari, satu bulan, atau satu tahun, hal itu sesuai kadar ketulusan kerja keras kita, Insya Allah hasilnya dapat kita wujudkan. Alhamdulillah, setiap individu dari kita sungguh jauh sekali dari keraguan Kitabullah (Alquran) atau Sunnah Rasul Saw. atau petunjuk para salaf shaleh masing-masing dari Anda sekalian jauh sekali dari keraguan akan Kitab Tuhannya dan Sunnah NabiNya, serta ajaran salaf shalehnya.
Lalu bagaimana mungkin (salah seorang dari Anda) dapat diberi cap kafir, yang berarti keluarnya seseorang dari Islam, seperti ketika saya jawab pertanyaan Anda, karena takfir (pengkafiran) adalah sesuatu yang paling keji di alam wujud (dunia) ini. Tidak ada yang paling keji melebihi takfir (pengkafiran) dan lebih buruk lagi adalah kemusyrikan, yakni mempersekutukan sesuatu bersama Allah. Inilah hal terburuk.”
Wallahu a'lam Bishowab
Allahumma sholli 'ala Sayyidina Muhammad wa'ala alihi washobihi wasalim