JIWA SELAMAT DAN CELAKA MENURUT SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
“Jiwa seseorang pasti berada dalam salah satu dari dua keadaan; 1) selamat atau 2) celaka. Jiwa dikatakan celaka apabila ia terluka, mengeluh, dihantui kebencian, berpaling, berprasangka buruk kepada Allah, tidak bersabar, tidak ridha, dan tidak menuruti perintah Allah. Atau ia berakhlak buruk, menyekutukan Allah, dan bergantung kepada sebab.
Sebaliknya, jiwa dikatakan selamat apabila ia menentang hawa nafsu dan syahwat. Baginya, nikmat makanan, minuman, pakaian, wanita, dan kendaraan tidaklah seberapa nikmat. Kenikmatan semacam itu kecil dan tak seberapa. Lalu, ia mencari kenikmatan yang lebih besar dan lebih baik sehingga ia mengesampingkan kenikmatan yang kecil itu. Ia rela bersusah payah mengurangi deras air bah dan menyelami lautan yang dalam untuk mencapai tujuannya.
Namun demikian, ada juga orang yang, ketika ditimpa musibah, tidak mengharapkan apa-apa selain mengetahui rahasia di balik musibah. Ia ingin melepas segala kenikmatan, keinginan dan kelezatan. Ia tidak meminta sesuatu pun di dunia. Namun, setelah terlepas dari musibah, ia kembali tidak sadar tidak bersyukur, angkuh dan berpaling dari ketaatan, terjun ke lembah maksiat, serta lupa akan rahasia di balik cobaan dan musibah.
Seandainya ia tetap taat kepada Allah, bersyukur dan ridha dengan pemberian-Nya, itu lebih baik baginya di dunia dan akhirat. Ia akan mendapatkan tambahan nikmat dari Allah Azza wa Jalla.
Maka, barangsiapa menginginkan keselamatan dunia dan akhirat, ia mesti bersabar, ridha, tidak mengeluh kepada makhluk, menumpahkan semua hajat hanya kepada Allah, selalu taat, dan menanti kemudahan dari-Nya, sambil terus mengerahkan kemampuan usaha dan beribadah kepada Allah.
Allah pastilah yang terbaik dan ketentuan-Nya yang terbaik pula. Ketika Allah tidak memberi, itu juga merupakan anugerah. Ketika Allah menimpakan musibah, itu juga merupakan kenikmatan. Ketika Allah memberi ujian, itu juga merupakan obat. Semua perbuatan-Nya pasti yang terbaik, bijak dan bermaslahat. Dialah yang paling tahu kemaslahatan untuk hamba-hamba-Nya dan Dia Mahatahu.
Jadi, keadaaan terbaik yang harus kita jalani adalah bersikap ridha dan berserah diri serta sibuk beribadah dengan menjalankan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya dan rela menerima takdir-Nya. Dan, janganlah bertanya, “Mengapa?” “Bagaimana?” atau “Kapan?”
--Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Futuh Al-Ghaib
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim