Menyikapi Perbedaan Dengan Berdialog


MENYIKAPI PERBEDAAN DENGAN BERDIALOG

Fenomena konflik kekerasan yang terjadi selama ini, pengafiran, klaim sesat dan lain sebagainya, banyak yang ditengarai karena kurang adanya dialog yang produktif dan sikap toleran dalam memandang pendapat orang atau kelompok lain yang berbeda.

Sikap fanatik dan memandang kelompok lain salah sungguh tidak dapat dibenarkan sama sekali. Apalagi jika sampai memerangi dan memusuhi orang yang berlainan dengan pahamnya. Munculnya berbagai mazhab seharusnya tidak menjadi penyebab perpecahan, saling berseberangan, saling membenci dan mencaci. Tetapi, adanya banyak mazhab tersebut hendaknya dijadikan sebagai penyebab fleksibilitas, penguat hubungan, pemahaman argumen dan memperluas wawasan.

Maka, di sinilah sebetulnya pentingnya membangun budaya dialog yang kini sudah mulai tergeser oleh budaya otot dalam menyikapi perbedaan. Baik dialog interreligius maupun intrareligius. Dalam sejarahnya, Rasulullah SAW tidak menutup pintu dialog dengan orang musyrik, orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Bahkan beliau melakukan dialog dengan golongan-golongan ini di tengah-tengah Masjid Nabawi. Beliau menyambut dan berdialog dengan semuanya.

Budaya dialog juga tumbuh subur di kalangan ulama-ulama klasik. Bahkan, tak jarang terjadi perdebatan sengit di antara mereka dalam mempertahankan pendapatnya. Akan tetapi, perbedaan pandangan dan pemikiran tidak menghalangi mereka di dalam menjaga persaudaraan dan menjalin kasih sayang yang diperintahkan oleh Allah Swt.

Cara menghadapi pemikiran-pemikiran itu adalah dengan berdialog bukan dengan cara kekerasan.

Al-Habib Umar bin Hafizh adalah termasuk salah satu penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah Amman (2005) dan Common Word (2007). Isi dari Risalah Amman mengakui adanya keragaman mazhab dalam Islam, melarang saling mengafirkan di antara mereka, dan menyerukan persaudaraan Muslim dari berbagai mazhab. Sedangkan Common Word adalah surat terbuka yang ditulis oleh para ulama terkemuka dari banyak negara—termasuk Indonesia—kepada pemimpin Kristen sebagai bentuk ajakan dialog yang produktif.

Upaya Al-Habib Umar bin Hafizh dalam membangun persatuan umat Islam. Di antaranya adalah dengan mengadakan simposium ulama berkala internasional. Di Indonesia sendiri, beliau mendirikan forum komunikasi antar ulama. Forum ini mendapat respon positif dari berbagai kalangan, mulai dari para ulama yang berlatar belakang pesantren tradisional hingga para intelektual dan akademisi.

Solusi dalam menyikapi perbedaan pendapat. Pertama , toleran ketika berbeda. Caranya adalah dengan menghormati pendapat yang berbeda, bersikap objektif, tidak memusuhi pemilik pendapat yang berbeda, menyepakati demi menjaga persatuan dan memaklumi perbedaan yang terjadi.

Kedua, tidak saling mengafirkan dan menyesatkan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari menyebutkan: "Barangsiapa yang menuduh kafir pada seorang mukmin maka itu sama dengan membunuhnya" . Hadis ini memberikan informasi betapa bahayanya pengafiran pada orang lain.

Dengan cara seperti ini, adanya perbedaan niscaya akan membuahkan rahmat. Bukan justru malah menimbulkan malapetaka.

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close