Habibie: Catatan Perjalanan Dibenci Menuju Simpati


HABIBIE: CATATAN PERJALANAN DIBENCI MENUJU SIMPATI

(Oleh Abdi Kurnia/pernah ikut-ikutan hadiri Sidang Istimewa I MPR 1998)

Setelah Habibie dilantik sebagai Presiden, pada tanggal 21 Mei 1998, keesokan harinya kelompok kiri menggoreskan tulisan "Achtung" di banyak tempat di Jakarta. Diketahui tulisan itu diinisiasi oleh seorang tokoh yang dikenal sebagai oposan terhadap Orde Baru.

Presiden Habibie diragukan kapabilitasnya memegang kepemimpinan nasional, karena beberapa alasan:

1. Beliau dicurigai sebagai antek Soeharto. Publik di Republik ini sudah mengetahui bahwa Habibie adalah anak emas Soeharto sejak kepulangannya dari Jerman. Simpulan itu didasarkan kepada sejumlah fakta bahwa apa yang menjadi rencana dan cita-cita Habibie dipenuhi oleh Soeharto, yang dikenal sangat sulit untuk mempercayai orang lain. Fakta lain adalah selain diserahi jabatan Menteri, Habibie dipercaya sebagai Kepala BPIS (Badan Pengembangan Industri Strategis) yang membawahi industri penting seperti IPTN, PINDAD dan PT PAL.

$ads={1}

2. Habibie dianggap mewakili kepentingan Islam Politik dengan gerbong ICMI yang didirikannya. Dominasi ICMI di pemerintahan membuat gerah jaringan CSIS yang diketahui lama menopang kekuasaan Orde Baru. Ketidaksukaan jejaring CSIS itu bisa diketahui dari opini-opini peyoratif yang dilontarkan beberapa surat kabar dan televisi yang mempunyai relasi dengan CSIS.

3. Habibie adalah seorang teknokrat yang dianggap tidak mempunyai jam terbang untuk mengkonstruksi bangunan politik Indonesia yang memang dikenal rumit. Ketidakpercayaan terhadap Habibie itu dituangkan oleh beberapa seniman kiri dengan istilah Teh Kotak (Tehnologi gak Pake Otak).

Dengan ketiga alasan pokok itu, pada masa pemerintahannya, Presiden Habibie selalu disuguhi berbagai gelombang demonstrasi dan konflik horisontal mulai dari demonstrasi di depan UKI, Semanggi I, Semanggi II dan Konflik Ambon serta Poso.

Di tengah kuatnya tekanan politik dan ekonomi (Krisis Moneter), tidak banyak yang menemani Habibie. Partai Golkar yang merupakan rumah politik Habibie, tengah menghadapi guncangan hebat. Golkar terbagi ke dalam dua fraksi besar; fraksi Akbar Tanjung yang memimpin banyak alumni HMI dan fraksi kiri-militer, yang dipimpin oleh Jend. Eddy Sudrajat.

Pada masa itu, PDIP lebih banyak mengambil keuntungan dari goyahnya pemerintahan. Sejak tahun 1998, PDIP sudah mengkampanyekan Megawati sebagai Presiden. Melalui pakar hukumnya Prof. Dimyathi Hartono, PDIP berpendapat bahwa naiknya Habibie ke tampuk pemerintahan tidak konstitusional. Pernyataan itu yang kemudian memicu gelombang demonstrasi mahasiswa berhaluan kiri untuk menuntut Sidang Istimewa dengan agenda melengserkan Habibie dari jabatan Presiden.

Tekanan yang bertubi-tubi kepada Habibie baik sebagai pribadi maupun presiden, tidak menciutkan nyali pria kelahiran Pare-pare ini. Habibie paham siapa yang mempunyai saham atas munculnya berbagai tekanan itu. Beberapa bulan setelah pelantikannya, Habibie mengundang semua pemimpin redaksi media massa ke Istana Merdeka. Di hadapan para pembuat opini itu, Habibie menegaskan komitmennya untuk tidak mewarisi gaya Orde Baru di dalam pemerintahannya. Habibie menawarkan gaya dialog ala pers Barat, sebagaimana yang ia ketahui dari pengalamannya di Jerman. Di hadapan para wartawan yang mewawancarainya, Habibie mempersilakan para wartawan memanggilnya Rudy, bukan Presiden sebagaimana diwajibkan pada masa Orde Baru.

Pada akhir tahun 1998, Habibie memenuhi janjinya di hadapan para pemimpin redaksi itu. Janji itu adalah membuka kran demokrasi sebebas-bebasnya. Di antara contoh kongkret dari dibukanya kran demokrasi itu adalah:

1. Membubarkan LPU (Lembaga Pemilihan Umum) yang semula berada di bawah Menteri Dalam Negeri, dan membentuk KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang bersifat independen. Habibie menyadari bahwa semua pemilu yang diselenggarakan Orde Baru merupakan pemilu yang bermasalah, karena tidak dilaksanakan dengan asas LUBER JURDIL. Yang menarik dari dibentuknya KPU ini adalah terpilih Jend. Purn. Rudini, mantan Mendagri era Soeharto, yang diketahui sebagai tokoh oposisi terhadap Habibie.

2. Dicabutnya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Penggantian UU itu dipandang penting karena UU Nomor 5 Tahun 1974 dianggap sebagai alat Orde Baru di dalam mempertahankan pola kekuasaan yang bersifat monolitik.

3. Tidak sampai di dua agenda di atas, Habibie juga menginisiasi diterbitkannya UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia. Diterbitkannya UU HAM ini merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan oleh Presiden Habibie, karena pada masa Orde Baru pemerintah menunjukkan sikap resisten terhadap isu-isu HAM.

Pemerintahan Habibie dikenal sangat produktif di dalam menerbitkan UU. Ratusan UU yang berisi terobosan-terobosan baru dilahirkan dari Rezim yang usianya tidak sampai 2 tahun ini.

Dari upaya yang telah di atas, Habibie telah menunjukkan kemampuannya memimpin negara secara demokratis. Namun, bagi para penentangnya itu dirasa belum cukup. Masih perkasanya dollar terhadap rupiah, dianggap sebagai ganjalan bagi Habibie untuk membuktikan kapabilitasnya memimpin pemerintahan.

Melalui paket reformasi di bidang ekonomi seperti mendorong lahirnya UU antimonopoli, membubarkan BPPC, mendirikan BPPN, dan menginisiasi pasar bebas telekomunikasi, Habibie berusaha meyakinkan investor asing akan prospek investasi di Indonesia. Tentu ada keterkaitan di antara investasi asing dengan stabilitas nilai rupiah di dalam negeri. Kepercayaan asing terhadap kondisi ekonomi dalam negeri itu, terbukti mampu menguatkan nilai Rupiah. Rupiah mengalami penguatan dari Rp 15 ribu/dollar menjadi Rp 6500/dollar. Melalui fenomena itu, bangsa ini dapat memahami makna "kerja, kerja dan kerja".

Namun, dengan sejumlah usaha yang telah dilakukan itu, Habibie tetap belum mendapat kepercayaan untuk melanjutkan pemerintahan hingga 2002. Melalui Sidang Umum MPR tahun 1999, pidato pertanggungjawabannya ditolak banyak fraksi. Golkar yang sedianya menjadi pembela utama Habibie, tidak menunjukkan posisinya sebagai "saudara". Keberadaan Akbar Tanjung, sebagai Ketua DPR, dalam kenyataannya tidak menjadi garansi bahwa Golkar berada di belakang Habibie. Bang Akbar, malah asyik dalam permainan Poros Tengah yang digulirkan Amien Rais untuk membendung PDIP yang merupakan pemenang Pemilu 1999.

Habibie jelas kecewa dengan "drama" Sidang Umum MPR itu. Tapi, tampaknya kekecewaan itu masih kalah "hebat" dibandingkan kekecewaan ketika ditolak Soeharto untuk berkonsultasi tentang kondisi Negara. Dengan wajah kecewanya, Habibie meninggalkan arena Sidang Umum itu. Tapi kepalanya tidak tertunduk. Senyumnya masih mengembang lebar. Hanya sorot matanya yang memperlihatkan rona kekecewaan.

Setelah itu, Habibie lebih banyak menghabiskan waktu di Munich. Gus Dur dipercaya untuk melanjutkan kepemimpinan nasional. Republik menghadapi babak baru. Dari Jerman, Habibie memandang Republik dengan haru. Semua yang dibangunnya seperti tidak ada artinya. Selama 13 tahun, nama Habibie tenggelam. Nama dan wajahnya tidak menghiasi lembar bagian muka koran-koran nasional.

Nama sang jenius pemilik Habibie Theory dan Habibienomics ini muncul kembali pada tahun 2012, ketika Republik sudah memasuki babak baru. Adalah film Habibie dan Ainun, yang membangunkan kembali memori publik terhadap sosok Habibie. Namun, ia hadir kembali bukan sebagai politisi.

Habibie hadir sebagai seorang suami yang menyimpan asa cinta abadi bagi isterinya yang setia. Dari situ, ia seperti meraih kembali popularitasnya. Melalui film Habibie dan Ainun, Publik dibuat seperti menyesal tidak mendukungnya ketika menjabat sebagai Presiden. Film garapan Hanung Bramantyo itu juga menyingkap bagaimana usaha keras Habibie membangkitkan Republik dari keterpurukan.

Di panggung politik, Habibie pun dipuji karena mendukung Jokowi. Media yang dulu nyinyir terhadap Habibie karena keberpihakannya kepada kalangan Islam, justru selalu melempar puji. Pada masa pemerintahannya, tidak pernah Kompas melemparkan pujian kepada Habibie. Namun, pada tahun 2017, Kompas secara spesial mengundang Habibie dalam acara yang dipandu Rossie.

Habibie kini telah pergi. Menemani kekasih hatinya Hasrie Ainun Besari. Namun begitu, cita dan obsesinya tidaklah berhenti. Namanya selalu terkenang abadi.

Lahul fātihah

Sumber : Akun facebook Kiyai Abdi Kurnia Djohan

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

dakwahislamiyah93@gmail.com
  
Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close