Perlunya Setiap Muslim Memperkuat Pondasi dan Dasar Bacaan Mereka

PERLUNYA SETIAP MUSLIM MEMPERKUAT PONDASI DAN DASAR BACAAN MEREKA

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Membaca adalah langkah awal dalam pengembaraan diri dan jiwa, dari membaca ilmu didapatkan. Imam Ghazali dalam kitabnya Mizanul Amal berucap, "menuju kesempurnaan manusia bisa didapatkan dari dua sisi, akal dan hati. Akal dituang dengan ilmu, sedangkan hati mengerjakan tuntunan ilmu yaitu amal, amal dihasilkan oleh ilmu dan ilmu dihasilkan dari membaca."

Begitu juga pandangan dan analisa seseorang, itu lahir dari bacaannya, terlepas apakah analisanya atau pandangannya itu diterima atau tidak dari segi ilmiah. Bacaan sangat menentukan arah seseorang dalam berpikir, dari bacaannya kita bisa mendeteksi bagaimana dia berpikir. Bacaan adalah salah satu penentu intelektualitas seseorang.

Dengan membaca, kita bisa menemukan mutiara-mutiara yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Adakala juga perjalanan bacaan yang menghantarkan kita menemukan buih busuk yang sama sekali tidak bermanfaat. Karena demikian, membaca adalah penentu cara pandang seseorang.

Kita perlu melihat kembali konsep dan teknik membaca ala tradisi Islam yang mutabarah. Kita perlu melirik ulang konsep bacaan, baik yang menghasilkan ilmuwan yang pandangannya tidak bertentangan dengan pondasi dasar agama atau malah melahirkan ilmuan yang pandangannya nyeleneh. Dan kita juga memerlukan penyegaran konsep bacaan yang sehat sehingga tidak ditakutkan tergelincir saat membaca, ke kiri atau ke kanan apapun bacaannya.

$ads={1}

Fenomena membaca jika ditilik dengan kacamata realita tidak terlepas dari dua cara; Pertama, membaca seputar pondasi dan basis keislaman, Akidah, Syariah dan Ihsan, juga ilmu pembantu seperti Nahwu, Mantik, dll. Konsep ini bagus karena esensi Islam di dalam diri seseorang akan terbentuk, memadai atau tidak itu perkara nanti, karena islam secara fikih sangat lah luas, bahkan uraian dan cabangan akidah juga sama halnya dengan fikih. Namun, akibat dari hanya fokus terhadap bacaan ini adalah salah paham terhadap pandangan di luar bacaannya. Tidak jarang loh, kita temukan kawan-kawan yang notabenenya begini sering menyalahkan pandangan di luar bacaannya. Cara begini, pada babak tertentu, mengakibatkan elergi terhadap bacaan di luar dasar dan basis. Kalangan ini erat dengan dunia santri dalam tanda kutip tidak semuanya.

Kedua, bacaan di luar manhaj atau selain yang membentuk pondasi seorang muslim, yang satu ini terserah si pembaca mau menyelam dimanapun ilmu berada. Bagus sih,  Namun, efeknya adalah kekurangan pondasi, bahkan tak jarang alpa dari mengokohkan pondasi, jadinya bacaan mereka sering bertabrakan dengan pondasi Islam atau furu' yang sudah disepakati. Kalangan ini sering kita jumpai di dunia kampus masih dengan tanda kutip tidak semua.

Dua cara ini kalau ditimbang maka cara pertama adalah paling tepat, karena manhaj islamnya terbentuk. Namun yang kedua, kalau pondasinya baik, tidak bermasalah, tapi kalau tidak? Ya bisa berabe. Kita sering menjumpai tokoh yang miskin dari pondasi, bahkan salah satu sebab pandangan satu tokoh bisa nyeleneh, ya, karena ini.

Terus, bagaimana konsep baca yang wasatiyah?

Kembali lihat bagaimana para ulama membaca. Kita menjumpai bagaimana Imam Ghazali membaca filsafat tanpa tersesat di dalamnya, bahkan malah mengkonternya. Begitu juga sang Imam menelaah buku agnostik, menyusun rapi argumentasi mereka dan setelah itu merobohkannya dengan kitab Fazaih Batiniyah. Imam Haramain beranggapan baru sah ia disebut ulama setelah beliau membaca segudang kitab, maka kita tidak menemukan pandangan Imam Haramain yang nyeleneh, sekalipun di sana ada beberapa pandangan pribadi beliau yang bisa dipertahankan secara ilmiah.

Imam Tajudidn Subki menelaah kitabnya, wabil khusus Tabaqatul Kubra, selain sejarah dan biografi para ulama kita, di sana juga termuat perdebatan, sekitar 20 lembar kitab itu mengkritik Qadi al-Inji sahibul Mawaqif.  kita tercengang dengan keluasan bacaan beliau, dan kita sama sekali tidak menemukan kekeliuran beliau yang parah, seperti abu Hurairah itu tokoh fiktif.

Allamah Zahid Kausari terkenal dengan keluasan ilmunya, sang Mujadid Haqiqi menurut Allamah Abu Zahrah, cukup Makalah Kausari menjadi bukti keluasan bacaannya. Begitu juga Syekh Islam Mustafa Sabri, kitab Mauqif Aqal wa Ilmi cukup menjadi bukti keluasaan bacaannya.

Adakah di antara mereka yang mengeluarkan pandangan nyeleneh serta beragumen seperti "kami sudah banyak membaca, jadi wajar begini? Kami sudah ke barat dan ke timur, bacaan kami segudang kitab, wajar kami nyeleneh?"

Sebelum menempuh bacaan yang luas, mereka telah mengokohkan pondasi Islam mereka melalui kitab pada ulama mutabarah baik aqikah, fikih dan tasawuf.

Terus, kok ada santri yang udah pelajari begini, lalu berkiblat ke Barat dan membaca buku kiri atau kanan malah nyeleneh?  Hmm, ini ada sebab lain. Atau, apakah pesantren sudah mengkokohkan diri santri tersebut? Apakah kurikulum pesantren sudah cukup untuk mengukuhkan pondasi Islamnya? Ini perlu dikaji ulang secara mendalam.

$ads={2}

Dari sini, kita bisa paham kenapa tokoh seperti Allamah Muhammad Iqbal pulang dari Barat malah semakin semangat keislamannya, makin bangga dengan warisan ilmu Islam. Dari sini kita juga memahami, kenapa bapak qanun Arab, Allamah Abdu Razaq Sanhuri pulang dari Barat malah mengkampanyekan bahwa peradaban Barat lebih banyak racunnya daripada obatnya. 

Syekhul Azhar, Syekh Ahmad Thayyib lulusan Barat, tidak ada tuh kita temukan pandangan beliau yang pro pluralisme ala Barat yang biasanya lulusan sana dengan bangga mengkampanyekan gagasan ini. Malah baru-baru ini beliau bersikap tegas terhadap pandangan yang menyuarakan bahwa semua agama sama dan agama itu dinamakan dengam Ibrahimiyah (sebagai persatuan semua agama), penyebab hal ini adalah Karena masyaikh ini sudah kuat pondasi Islamnya. Sejauh manapun mereka terbang, temuan baru mereka malah hanya makin memperkuat pondasi dan dasar bacaan mereka.

Intinya, bacalah sesuka anda asalkan pondasinya sudah kuat.

Oleh: Muhammad Zulfa

Demikian Artikel " Perlunya Setiap Muslim Memperkuat Pondasi dan Dasar Bacaan Mereka "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close