Bukankah Tak ada dalil wajib dalam bermadzab? bukankah bermadzab tidak disyari'atkan dalam Islam?



Pertanyaan :

ane mo nanya neh ma akhi….menurut pendapat antum seberapa penting c seorang muslim untuk mengetahui dan mengikuti suatu madzhab…

terus klo seandainya dalam sholat berjamaah..imamnya berlainan madzhab dengan kita gimana…apa sholatnya kita perlu ulang….masalahnya ane pernah ngalamin ntuh bib sholat shubuh berjamaah di musholah samping rumah tapi imamnya gak pake do`a qunut…trs abis sholat gak pake acara wirid or zikir…jadi doa`nya sendiri-sendiri aja

seinget ane c klo madzhab imam syafei pake qunut and wirid abis sholat…makanya ane jadi bimbang

oh iya.,sekedar info: di musholah tempat ane sering kali tuh debat soal agama…masalahnya karena beda madzhab antar jamaahnya
jadi sering timbul perselisihan dalam suatu kegiatan….dengan mudah sekolompok orang mengeluarkan kalimat bid`ah kepada kelompok lainnya…karena menurut mereka waktu dijaman Rosulullah kegiatan tsb tidak ada…

sebaiknya sikap yang ane ambil bagaimana bib ? karena ane sering disindir sama temen ane sendiri lantaran ane jd aktif di kegiatan mushollah setelah mulai sering ngikutin ta`lim yang pembinanya habib…
menurut mereka…belum jelas apakah memang benar habib itu memang keturunannya Nabi Muhammad ? terus mereka pikir ane berubah lantaran gara2 ngikutin habib bukan karena dr diri ane sendiri…masya Allah
makanya iman ane jd sering turun klo dapet sindiran dr orang sekitar

mudah2an antum bisa ngasih sedikit solusi untuk ane agar bisa kuat untuk ngadepin org2 kyk gitu…karena ane bener2 pgn berubah jd muslim yg bertaqwa karena lilahi ta`ala…

makasih yah bib atas kesediaan waktunya ngebaca message dari ane…mudah2an Allah membalas segala kebaikan antum di dunia dan di akherat..amin !

sekian dari ane..wass..


Di Jawab Oleh Alhabib Munzir Al-Musawa :

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kesejukan kasih sayang Nya semoga selalu menerangi hari hari anda dg kebahagiaan,

Saudaraku yg kumuliakan,

pertanyaan ini telah saya jawab, berikut jawaban yg saya saya tampilkan kembali,

mengenai keberadaan negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan sebagaimana orang orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,

anda benar, bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain, hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.

memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.

misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.

demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,

karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.

Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, aku bermadzhabkan maliki, maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkun wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.

Demikian contoh kecil dari kebodohan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yg akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yg ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?, atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas..

dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,

demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.

saran saya agar dinasihati saja, agar tidak menimbulkan pepecahan dan keresahan masyarakat.

bermakmum pada yg bermadzhab lain tidak membatalkan shalat.

mengenai semangat, sungguh celaan itu karena mereka belum tahu saja, karena banyak pula habib yg mungkin mengecewakan mereka, namun jika mereka mengerti kemuliaan maka akan membuat mereka asyik pula sebagaimana anda, kasihani mereka saudaraku, sungguh berhak untuk didoakan, doakan mereka agar mendapat hidayah dan pemahaman,

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a\’lam

Sumber : majelisrasulullah.org

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close