Kisah Perawat Lulusan Pesantren Yang Tidak Mengenakan Jilbab Pada Orde Baru

KISAH PERAWAT LULUSAN PESANTREN YANG TIDAK MENGENAKAN JILBAB PADA ORDE BARU

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Ibu saya adalah orang kesehatan. Beliau cerita dulu tatkala beliau masih sekolah di SPK (sekolah keperawatan, setara SMA) di awal 90-an, perempuan tidak dibolehkan berjilbab. Sepertinya karena kecenderungan rezim di masa itu memang seperti itu. Memisahkan antara instansi umum dengan instansi yang berkaitan dengan keagamaan. Syiar keagamaan itu untuk lembaga keagamaan saja. Kalau anda di lembaga agama, di pesantren misalkan, ya silahkan berjilbab. Namun kalau anda di instansi umum maka anda mesti tunduk dengan aturan yang ada. Pakai seragam resmi, yang mana di waktu itu bagi perempuan tidak diizinkan berjilbab. Katanya nilai yang ditanamkan waktu itu untuk menjunjung nasionalisme.

Bagi orang seperti ibu saya yang sebelumnya sekolah di pondok pesantren, tentu saja ini bukan perkara mudah. Ganjil sekali rasanya membuka jilbab di tempat umum. Tapi mau bagaimana lagi, aturannya seperti itu. Melanggar aturan tentu akan ada konsekuensinya. Karena tidak mungkin berjilbab, akhirnya ibu saya mencari solusi lain. "Bagaimana kalau memakai songkok (tudung kepala)?". Memakai songkok tentu saja tidak akan menutup seluruh rambut dan kepala, tapi setidaknya itu masih lebih baik daripada dibiarkan terbuka. Setelah ditanyakan, alhamdulillah ternyata memakai songkok tidak melanggar aturan. Akhirnya ibu saya memutuskan untuk memakai songkok saja.

Baca Juga : 

Tujuh Do'a Penenang Hati Untuk Menghilangkan Stres, Sedih, Dan Gelisah

IJAZAH KEHAMILAN

Di waktu bersamaan, ada dua orang yang seangkatan dengan ibu saya. Beliau tidak ingat lagi nama mereka berdua, akan tetapi ada hal yang sangat berkesan dari mereka berdua pada diri beliau. Tatkala orang-orang semua membuka jilbabnya karena takut, kedua orang itu ternyata tidak. Mereka tetap memaksakan memakai jilbab. Mereka sadar akan konsekuensinya. Jika ketahuan mereka akan dihukum. Dan betul akhirnya mereka kena hukum. Terkadang hukumannya begitu berat sampai mereka pun terpaksa nurut dan buka jilbab. Akan tetapi itu tidak membuat mereka mundur. Setelah itu mereka akan pasang jilbab lagi. Kemudian mereka akan dihukum lagi. Kemudian mereka akan pasang jilbab lagi. Betul-betul gigih. 

Tatkala penempatan kerja. Ibu saya ditempatkan di Rumah Sakit Yarsi Bukittinggi. Syukur dekat dari rumah. Sementara dua orang tersebut ditempatkan di kepulauan Mentawai. Orang-orang menilainya itu semacam pengasingan bagi mereka berdua. Dari saat itu sampai sekarang ibu saya tidak mendengar lagi kabar tentang mereka.

Di tahun 95 keluar keputusan mengejutkan dari pemerintah. Mulai sekarang perawat sudah diizinkan berjilbab. Iya, diizinkan. Mendengar itu ibu saya senang bukan main. Bukan cuma ibu saya tentunya, tapi setiap orang yang selama ini merasakan hal yang sama dengan ibu saya. Setiap orang yang selama ini hatinya meronta tapi tidak bisa bersuara. Dengan keputusan tersebut jilbabpun diakomodir sebagai seragam resmi bagi perawat. Sekarang sudah tidak ada lagi beban bagi perawat jika ingin memakai jilbab.

$ads={1}

Keluarnya keputusan dibolehkannya berjilbab itu tentu ada latar belakangnya. Keputusan itu tidak lahir dengan sendirinya. Pasti ada perjuangan tidak kenal lelah dan pengorbanan di balik itu. Ibu saya bilang kenalan beliau yang berdua itu juga termasuk yang berjuang hingga jilbab diizinkan sebagai seragam dinas resmi. Benar atau tidaknya hanya Allah-lah yang tau. Tapi siapapun itu, sungguh besar jasa yang telah ia perbuat bagi generasi perawat berikutnya. Dari zaman di mana orang untuk berjilbab saja dipersulit, sampailah kita di zaman di mana perawat sudah banyak berjilbab. Berjilbab sudah menjadi asal bagi perawat muslimah sekarang, setidaknya di Sumatera Barat seperti itu.

Baca Juga : 

Bersabar Terhadap Gangguan Oleh Al Habib Umar bin Hafidz

Dalam hadis nabi saw diterangkan, orang yang menghidupkan sunnah-ku yang telah mati sehingga diamalkan oleh orang-orang maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya. Dalam riwayat lain ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid. Kata guru saya "Ini kalau yang ia hidupkan itu perkara yang sunnah, bagaimana pendapat kalian kalau yang ia hidupkan itu berupa perkara wajib yang hampir mati? Tentu jauh lebih besar lagi pahalanya".

Semoga Allah meridhoi jasa para pejuang dan menjadikan kita hambanya yang banyak bersyukur

Oleh : Ustadz Khalilur Rahman

Sumber : dikutip melalui laman facebooknya

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah - 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close