Sandaran Dalil Dari Al-Qur'an Dan Hadits Tentang Mencintai Tanah Air

SANDARAN DALIL DARI AL-QUR'AN DAN HADITS TENTANG MENCINTAI TANAH AIR

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Beberapa waktu yang lalu ada segolongan kaum yang mencoba menggugat (mempermasalahkan) tentang jargon yang sangat familiar di kalangan Warga Nahdliyin, yaitu jargon yang dicetuskan oleh Rois Akbar Hadlrotus Syaikh Hasyim Asy'ari, yaitu jargon:

حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ

HUBBUL WATHON MINAL IMAN

(Cinta Tanah Air bagian dari iman)

Mereka memvonis bahwa jargon HUBBUL WATHON MINAL IMAN merupakan jargon yg mengada ada yang tidak memiliki sandaran dalil dari agama.

Mensikapi vonis ngawur tersebut berikut ini saya paparkan secara ringkas beberapa dalil dan hujjah yg menjadi sandaran dari jargon HUBBUL WATHON MINAL IMAN TERSEBUT. Dengan paparan ini mudah mudahan pera pemvonis tersadar dan berhenti dari kengawurannya.

Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan para ahli tafsir adalah Qur’an surat Al-Qashash ayat 85:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85)

Para mufassir dalam menafsirkan kata "معاد" terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata "معاد" dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah.

Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:

وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ....... قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.

Artinya: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)

$ads={1}

Selanjutnya, ayat yang menjadi dalil cinta tanah air menurut ulama yaitu Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 66.

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم

Artinya: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. An-Nisa': 66).

Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan:

وفي قوله: (أَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ) إِيْمَاءٌ إِلىَ حُبِّ الوَطَنِ وتَعَلُّقِ النَّاسِ بِهِ، وَجَعَلَه قَرِيْنَ قَتْلِ النَّفْسِ، وَصُعُوْبَةِ الهِجْرَةِ مِنَ الأوْطَانِ.

Artinya: “Di dalam firman-Nya (وِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ) terdapat isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144)

Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan:

وفي قَولِهِ تَعَالى: (أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيارِكُمْ) إِشَارَةٌ صَرِيْحَةٌ إلَى تَعَلُقِ النُفُوْسِ البَشَرِيَّةِ بِبِلادِها، وَإِلَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مُتَمَكِّنٌ فِي النُفُوْسِ وَمُتَعَلِقَةٌ بِهِ، لِأَنَّ اللهَ سُبْحانَهُ جَعَلَ الخُرُوْجَ مِنَ الدِّيَارِ وَالأَوْطانِ مُعَادِلاً وَمُقارِنًا قَتْلَ النَّفْسِ، فَكِلَا الأَمْرَيْنِ عَزِيْزٌ، وَلَا يُفَرِّطُ أغْلَبُ النَّاسِ بِذَرَّةٍ مِنْ تُرابِ الوَطَنِ مَهْمَا تَعَرَّضُوْا لِلْمَشَاقِّ والمَتَاعِبِ والمُضَايَقاتِ.

Artinya: Di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah SWT menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)

Ayat Al-Qur’an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat 122.

وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)

Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:

وتُشِيرُ الآيةُ إلى أنَّ تَعَلُّمَ العلمِ أَمْرٌ واجِبٌ على الأمَّةِ جَميعًا وُجُوبًا لا يَقِلُّ عَن وُجوبِ الجِهادِ والدِّفاعُ عَنِ الوَطَنِ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ، فَإِنَّ الوَطَنَ يَحْتاجُ إلى مَنْ يُناضِلُ عَنْهُ بِالسَّيفِ وَإِلَى مَنْ يُنَاضِلُ عَنْهُ بِالْحُجَّةِ وَالبُرْهَانِ، بَلْ إِنَّ تَقْوِيَةَ الرُّوحِ المَعْنَوِيَّةِ، وغَرْسَ الوَطَنِيَّةِ وَحُبِّ التَّضْحِيَةِ، وَخَلْقَ جِيْلٍ يَرَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ، وَأَنَّ الدِّفَاعَ عَنْهُ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ. هَذَا أَسَاسُ بِنَاءِ الأُمَّةِ، ودَعَامَةُ اسْتِقْلَالِهَا.

Artinya: “Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)

Ayat-ayat di atas sebagaimana telah jelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan dalil cinta tanah air di dalam Al-Qur’an Al-Karim.

2. Dalil Cinta Tanah Air dari Hadits

Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama ahli hadits, yang dikupas tuntas secara gamblang:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا....... وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ.

Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:

وَفِيه: دَلَالَة عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ وَاْلحِنَّةِ إِلَيْهِ

Artinya; “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)

Baca Juga :

Akad Nikah Yang Kedua Membatalkan Akad Nikah Yang Pertama?

Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي حُمَيْدٌ، أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ نَاقَتَهُ، وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا»، قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: زَادَ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ: حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: جُدُرَاتِ، تَابَعَهُ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ. (درجات): بفتح المهملة والراء والجيم، جمع "درجة"، وهي طرقها المرتفعة، وللمستملي: "دوحات" بسكون الواو، وحاء مهملة جمع دوحة، وهي الشجرة العظيمة. (أوضع): أسرع السير. (مِنْ حُبِّها) أي: المدينةِ، فِيْهِ مَشْرُوعِيَّةُ حُبِّ الوَطَنِ والحَنينِ إليه.

Artinya: “Bercerita kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad bin Ja’far, ia berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas RA berkata: Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid dari Anas, ia berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya.” (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998, Juz 3, hal. 1360)

Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadits sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut) terdapat unsur disyari’atkannya cinta tanah air dan merindukannya.

Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283) berikut:

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ .

Hadits berikutnya yang menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq, sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa berikut:

قَالَ السُّهَيْلِي: " وَفِي حَدِيْثِ وَرَقَةَ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - لَتُكَذَّبَنَّهْ، فَلَمْ يَقُلْ لَهُ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً، ثُمَّ قَالَ: وَلَتُؤْذَيَنَّهْ، فَلَمْ يَقُلْ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً، ثُمَّ قَالَ: وَلَتُخْرَجَنَّهْ، فَقَالَ: َأوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ؟ فَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى حُبِّ اْلوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ.

“Al-Suhaily berkata: Dan di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berakata kepada Rasulullah SAW; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: “Apa mereka akan mengusirku?”. Al-Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, hal. 163)

Baca Juga :

Waktu Yang Pas Mengangkat Jari telunjuk Tatkala Tasyahud

Abdurrahim bin Husain Al-Iraqi (wafat 806 H) di dalam kitabnya Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, pada hadits yang sama, juga mengutip pendapatnya Al-Suhaily:

فَقَالَ السُّهَيْلِيُّ فِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى حُبِّ الْوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ.

Artinya: “Al-Suhaily berkata: di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abdurrahim Al-Iraqi, Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 4, hal. 196)

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa cinta tanah air memiliki dalil yang bersumber dari Qur’an dan Hadits, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama seperti; Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalany, Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Abdurrahim al-Iraqi, Syekh Ismail Haqqi al-Hanafi dan yang lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vonis "cinta tanah air tidak ada dalilnya", jelas merupakan vonis yang tidak benar dan tidak berdasar..

Demikian paparan ringkas tentang CINTA TANAH AIR.

Semoga ada manfaatnya.

Oleh : Kyai Sumarsam, Katib PCNU Lubuklinggau, Sumatera Selatan

Demikian artikel " Sandaran Dalil Dari Al-Qur'an Dan Hadits Tentang Mencintai Tanah Air "

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close