Sikap Seorang Muslim Menghadapi Perbedaan Pendapat Ulama

SIKAP SEORANG MUSLIM MENGHADAPI PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Ulama berbeda pendapat tidak dalam segala hal, mereka hanya berbeda dalam hal-hal cabang, yang mana tidak ada ayat dan hadits secara jelas dan tegas menyebutkan status hukumnya, keharamannya atau kehalalannya,

Ketika menjumpai perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam satu perkara, maka diantara sikap yang harus kita lakukan :

1. Ketika kita mendengar perbedaan ulama dalam satu perkara, maka yang pertama kita lakukan , mengecek apakah ini termasuk perkara pokok atau cabang dalam agama,

2. Menanyakan apakah ada dalil dari ayat dan hadits menyebutkan secara tegas akan status hukumnya, jika ada ayat dan hadits menyebutkan hukumnya secara tegas, maka itu termasuk perkara pokok, tidak boleh berbeda didalamnya,

Jika ada dua hadits dari nabi , yang satu mengatakan bahwa nabi mengerjakannya dan sedangkan yang satu lagi menyebutkan bahwa nabi tidak mengerjakannya, maka dalam hal perkara seperti ini ulama boleh berbeda, contohnya qunut dan tidak qunutnya nabi.

Dan Untuk mengetahuinya harus orang alim yang menguasai kitab-kitab fiqih dan hadits ulama dahulu, 

3. Menanyakan apakah dalilnya termasuk ayat muhkamat atau ayat mutasyabihat,  ayat muhkamat adalah ayat yang tidak butuh kepada penjelasan, karena maknanya jelas tidak butuh kepada penafsiran lagi, sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat multi tafsir dan butuh kepada penjelasan. 

Jika ayatnya muhkamat maka ulama tidak boleh berbeda dalam menetapkan status hukumnya, contohnya hukum sholat, puasa ramadhan, haji dll

Jika ayatnya mutasyabihat, maka ulama boleh berbeda dalam menetapkan status hukumnya, contohnya masa iddah perempuan yang ditalak dalam keadaan suci,  apakah tiga kali suci atau tiga kali haid. 

Masa iddah bagi wanita yang ditalaq itu wajib termasuk perkara pokok, tidak ada ulama berbeda dalam status wajibnya, dan mereka berbeda dalam hal cabangnya apakah dihitung dengan bilangan sucinya atau haidnya,

$ads={1}

4. Mendahulukan ayat muhkamat diatas ayat mutasyabihat, 

jika suatu perkara disebutkan dalam ayat muhkamat dan juga disebutkan dalam ayat mutasyabihat, maka yang menjadi pegangan adalah ayat muhkamat, sebagai contoh tentang sifat sifat Allah, maka dahulukan ayat muhkamat berkaitan zat Allah diatas ayat mutasyabihat,

5. Menanyakan pendapat mayoritas ulama dalam perkara tersebut, jika mayoritas ulama  berpendapat A, maka ikuti karena itu lebih menenangkan hati, dan tidak mungkin mayoritas ulama keliru dalam perkara tersebut,

6. Menanyakan apakah perkara tersebut termasuk dalam wilayah aqidah atau masuk dalam wilayah fiqih atau wilayah akhlak adab sopan santun,

Aqidah merupakan pokok agama, yang mana mayoritas ulama tidak ada perbedaan didalamnya, dan aqidah yang diakui oleh mayoritas ulama adalah aqidah ahlus sunnah wal jamaah yang diwakili oleh aqidah asy'ariyah dan al maturidiyah,

Sedangkan perkara akhlak ; pantas atau tidak pantas, layak atau tidak layak, utama atau tidak utama, pas atau tidak pas, baik atau tidak baik,

Karena antara satu keadaan dengan keadaan yang lainnya pasti berbeda dalam menyikapinya, maka boleh boleh saja berbeda, selama tidak keluar dari tuntunan akhlak yang berlaku.

7. Jika ada dalil secara umum tempat menyandarkan suatu amalan, dan tidak ada dalil secara tegas yang melarangnya, maka itu termasuk ke dalam perkara cabang, boleh berbeda dalam menentukan status hukumnya,  seperti pengajian mingguan, bulanan, maulid nabi dll

8. Bertanya kepada banyak ulama, sebab untuk saat ini tidak ada yang mampu mengusai segala bidang ilmu, seperti imam syafii, abu hanifah, malik dll

dan imam syafii saja untuk sampai kepada tingkatan mujtahid belajar kepada banyak ulama, 

Apalagi kita tidak ada seujung kuku kecerdasan dan kesungguhan imam syafii, kemudian dengan lantang menyerukan hanya mengambil ilmu dari sekelompok orang,

Langkah-langkah di atas dibuat dengan tujuan ; 

1. Agar kita tidak mudah diadu domba sehingga merusak persaudaraan dan persatuan umat islam, Sehingga umat islam disibukkan dengan perkara cabang, 

yang sangat menyedihkan, alat adu domba adalah syariat islam itu sendiri.

2. Tidak mudah memvonis amalan umat islam yang lain, sebab bisa jadi yang divonis termasuk dalam perkara cabang, dan dengan disebabkan vonis itu kita dibenamkan ke dalam api neraka.

3. Mengukur sampai dimana pemahaman kita selama ini terhadap syariat islam, apakah sudah mampu membedakan mana yang pokok dan mana yang cabang,

4. Sebagai proteksi dari paham menyimpang dan aliran sesat, karena dua kelompok ini tidak membedakan mana yang pokok dan mana yang cabang,

Yang bahayanya, memasukkan yang cabang ke dalam pokok, sehingga yang berbeda dengan mereka divonis ahli bid'ah dan kafir,

5. Agar mampu memilah dan memilih pendapat ulama yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, selama masih bersifat khilafiah dalam koridor syariat islam,

6. Agar tidak terjerumus ke dalam debat kusir yang tidak berujung, sehingga menimbulkan permusuhan, disebabkan kurangnya ilmu dan pemahaman,

7. Antisipasi dari sifat merasa paling benar, paling baik, paling soleh, dan paling alim.

Oleh sebab itu supaya Energi Umat islam tidak habis hanya untuk perkara cabang, dan Sedangkan narkoba, LGBT dan paham sekuler mengintai setiap saat, 

Maka sudah saatnya kita robah cara pandang kita terhadap agama ini, jika umat islam ingin kembali berjaya.

Letakkan yang pokok itu kepada pokok dan letakkan yang cabang itu kepada cabang.

Oleh: Rahmat Taufik Tambusai

Demikian Artikel " Sikap Seorang Muslim Menghadapi Perbedaan Pendapat Ulama "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close