Bisakah Mengetahui Pendapat Mu'tamad Mazhab Al-Syafi'i Dari Kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah?

BISAKAH MENGETAHUI PENDAPAT MU’TAMAD MAZHAB AL-SYAFI‘I DARI KITAB AL-MAUSU'AH AL-FIQHIYYAH AL-KUWAITIYYAH?

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Saya setuju jika dikatakan bahwa kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah adalah kitab yang bagus. 

Kitab ini memang disusun oleh sejumlah ulama yang kompeten dibidangnya. 

Cara penyajian materinya yang khas ensiklopedi, yakni memakai kata kunci penting yang disusun secara alfabetik akan memudahkan siapapun yang ingin mendapatkan informasi cepat terkait fikih topik tertentu. Cakupannya yang menyajikan pendapat 4 mazhab juga membuat kitab ini disenangi, karena bermanfaat untuk pemetaan ijtihad. Bahasanya memang cukup mudah difahami, detail, dan secara umum lebih akurat daripada artikel-artikel perorangan yang berseliweran di internet juga membuatnya digemari oleh para ustaz. 

Hanya saja, jika dijadikan rujukan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī, bagi saya tetap tidak direkomendasikan. Lebih berhati-hati tetap mengecek ulang pada sumber-sumber primer, agar tidak sampai salah faham atau salah mengklaim mazhab al-Syāfi‘ī.

Ada sejumlah alasan yang mendasari  kesimpulan tersebut.

PERTAMA, kitab ini tidak fokus ke mazhab al-Syāfi‘ī. 

Semua karya yang tidak fokus sudah pasti akan mengorbankan aspek ketajaman, kedetailan dan kedalaman. Jadi wajar jika pembahasannya singkat dan tidak komprehensif.

KEDUA, ada kesalahan di dalamnya.

Jika kitab ini dipandang rujukan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī, maka salah satu problemnya adalah ada informasi salah yang diberikan, atau minimal tidak lengkap sehingga menimbulkan persepsi yang salah. Misalnya teks berikut ini,

 «وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ فِي الْجَدِيدِ إِلَى أَنَّهُ يُفْعَل كُل ذَلِكَ». «الموسوعة الفقهية الكويتية» (13/ 55)

Dalam teks di atas, jika dikaitkan dengan teks sebelumnya, diinformasikan bahwa pendapat jadid al-Syāfi‘ī yyah adalah memfatwakan mayit itu dipotong kukunya (juga sejumlah sunah fitrah lainnya). Penyebutan pendapat jadid ini diletakkan setelah penjelasan pendapat qadim sehingga mengesankan pendapat jadid itulah yang mu’tamad.

Ini keliru, karena justru pendapat mu’tamad adalah memakruhkan pemotongan kuku mayat. Al-Nawawi menegaskan hal tersebut dalam Minhāj al-Ṭālibīn sebagai berikut,

والجديد أنه لا يكره في غير المحرم أخذ ظفره وشعر إبطه وعانته وشاربه. قلت: الأظهر كراهته». «منهاج الطالبين وعمدة المفتين في الفقه» (ص57)

Al-Nawawi menyebut pendapat mu’tamad itu dengan istilah al-ażhar. Orang yang mengerti istilah tahrir sudah pasti tahu apa maknanya. Al-Khaṭīb al-Syirbīnī menjelaskan mengapa memotong kuku mayit itu dalam pendapat mu’tamad hukumnya makruh. Yakni hal itu dikarenakan termasuk merobek kehormatan mayit dan bid’ah. Beliau menulis,

قُلْتُ: الْأَظْهَرُ كَرَاهَتُهُ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) ؛ لِأَنَّ أَجْزَاءَ الْمَيِّتِ مُحْتَرَمَةٌ وَلَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ فَهُوَ مُحْدَثٌ. وَصَحَّ النَّهْيُ عَنْ مُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، وَنَقَلَ فِي الْمَجْمُوعِ كَرَاهَتَهُ عَنْ نَصِّ الْأُمِّ وَالْمُخْتَصَرِ فَهُوَ قَوْلٌ جَدِيدٌ، وَلِذَا عَبَّرَ هُنَا بِالْأَظْهَرِ الْمُفِيدِ؛ لِأَنَّ هَذَا الْقَوْلَ جَدِيدٌ أَيْضًا». «مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج» (2/ 14)

Jika orang tidak meneliti dalam rujukan primer, dan hanya bertumpu pada kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah saja, sudah tentu persepsinya menjadi salah dan selanjutnya salah pula saat mengklaim mazhab al-Syāfi‘ī dalam topik ini.

$ads={1}

KETIGA, tidak memakai istilah standar dalam mazhab al-Syāfi‘ī terkait tahrir/tanqih.

Dari sisi menciptakan istilah, tentu saja tidak ada yang perlu disalahkan. Sebab istilah memang bukan obyek perdebatan. Kaidah dasar para ulama yang sudah maklum dalam hal ini berbunyi,

لا مشاحة في الاصطلاح

Bagi yang sudah mengerti ilmu tahrir, istilah baru yang diciptakan di kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah terkait mazhab al-Syāfi‘ī itu juga mungkin tidak terlalu menjadi masalah. 

Hanya saja, bagi pengkaji pemula mazhab al-Syāfi‘ī, jenis penggunaan istilah baru dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah  ini bisa misleading. Sudah biasa mengajarkan  kitab-kitab fikih ulama al-Syāfi‘iyyah pun masih tetap ada potensi keliru memahami mana pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī dan mana yang bukan. 

Misalnya di sana ada istilah qaulai al-Syāfi‘ī yyah (dua qaul al-Syāfi‘ī yyah). Bagi yang tidak mengerti ilmu tahrir, ia  bisa menyangka bahwa mazhab al-Syāfi‘ī dalam hal ini memiliki dua pendapat. Padahal ini jelas keliru. Pendapat mu’tamad tentu saja hanya satu, karena kebenaran hanya satu, tidak berbilang. Jika sampai disebut dua pendapat atau lebih maka itu bisa saja bermakna ijtihad al-Syāfi‘ī antara qadim atau jadid, yang mana satu mengoreksi yang lain. Bisa juga itu ijtihad ashabul wujuh yang berbeda-beda dan tidak mungkin semuanya diklaim sebagai mazhab al-Syāfi‘ī. Dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, perbedaan-perbedaan seperti ini tidak diterangkan sehingga potensi salah memahami pendapat mu’tamad tetap besar.

Contoh lain: 

Dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Qaul al-Syāfi‘ī yyah terkadang hanya disebut qaul, kadang diberi sifat shahih, kadang ditambah dua sifat: sahih ma’ruf, kadang disebut ashahh. Bagi yang belum tahu istilah-istilah tahrir, penyebutan qaul dengan sifat yang berbeda-beda ini bisa membuat salah paham mana yang sebenarnya pendapat mu’tamad.

KEEMPAT, ABSTRAKSINYA KURANG DETAIL

Tidak ada yang salah dengan sebuah mukhtaṣar, tapi jika kurang detail maka itu bisa menimbulkan salah faham. Misalnya teks berikut ini,

«وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُغَسَّل ثَلَاثًا كُل غَسْلَةٍ بِالْمَاءِ وَالسِّدْرِ، أَوْ مَا يَقُومُ مَقَامَهُ». «الموسوعة الفقهية الكويتية» (13/ 53)

Dalam  teks di atas dijelaskan bahwa jenazah itu disunahkan dimandikan tiga kali dan setiap satu kali memandikan, alat yang dipakai adalah air dan sidr/daun bidara atau yang mewakilinya.

Ini bisa dipahami secara keliru, karena yang benar dalam kitab-kitab primer adalah  yang dihitung satu kali basuhan (gaslatun wāḥidah) itu hanyalah bilasan dengan air jernih (mā’un qarāḥ). Jadi, membasuh yang ada sidr atau sabunnya tidak dihitung.

KELIMA, ABSTRAKSINYA KURANG AKURAT

Dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah kadang-kadang abstraksi sebuah konsep juga kurang akurat. Misalnya teks ini,

«وَيَجْعَل فِي الأَخِيرَةِ كَافُورًا، أَوْ غَيْرَهُ مِنَ الطِّيبِ إِنْ أَمْكَنَ». «الموسوعة الفقهية الكويتية» (13/ 53)

Dalam teks di atas diterangkan bahwa saat memandikan jenazah (disunahkan?) pada basuhan terakhir dibubuhi kāfūr/kapur barus atau parfum yang lain selama memungkinkan.

Pernyataan ini kurang akurat, karena sunahnya pemberian kapur barus itu sudah ada sejak  memandikan pertama kali, tepatnya saat dibilas dengan air jernih (bukan saat dimandikan dengan air dan sabun atau sidr). Adapun pada gaslah/memandikan terakhir, sunahnya lebih kuat (sunah mu'akkad).

$ads={2}

KELIMA, ABSTRAKSINYA AMBIGU

Dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah juga ada abstraksi yang ambigu. Misalnya teks ini,

«وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ عَدَمَ غَسْل الْمَيِّتِ بِالْمَاءِ الْحَارِّ فِي الْمَرَّةِ الأُْولَى، إِلَاّ لِشِدَّةِ الْبَرْدِ أَوْ لِوَسَخٍ أَوْ غَيْرِهِ». «الموسوعة الفقهية الكويتية» (13/ 54)

Dalam teks di atas dinyatakan bahwa al-Syāfi‘ī yyah itu berpendapat mayit tidak dimandikan dengan air hangat/panas. Pemilihan diksi ‘ADAMA/TIDAK itu malah ambigu, karena menjadi tidak jelas apakah itu bermakna memandikan mayit dengan air panas itu statusnya haram, makruh, khilaful aula, mubah atau bagaimana?

Adapun dalam rujukan primer, masalah ini dijelaskan dengan begitu lugas. Di sana ditegaskan bahwa memandikan mayit dalam mazhab al-Syāfi‘ī itu disunahkan memakai air dingin, kecuali ada uzur.

KEENAM, ADA ISTILAH YANG PROBLEMATIK

Dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ada juga penggunaan istilah yang problematik. Misalnya teks berikut ini,

«وَأَمَّا تَسْرِيحُ الشَّعْرِ، وَتَقْلِيمُ الأَْظْفَارِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَنَتْفُ الإِْبِطِ، فَلَا يُفْعَل شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ، وَهُوَ أَيْضًا قَوْل الْحَنَابِلَةِ فِي الْعَانَةِ، وَرِوَايَةً عِنْدَهُمْ فِي تَقْلِيمِ الأَْظْفَارِ، وَهُوَ مَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ فِي الْقَدِيمِ أَيْضًا». «الموسوعة الفقهية الكويتية» (13/ 54)

Dalam teks di atas ada istilah menyebut mazhab al-Syāfi‘ī yyah  yang qadim.

Ini problematik.

Sebab, istilah qadim dan jadid itu biasanya hanya untuk qaul al-Syāfi‘ī. Kurang tepat jika dipakai untuk qaul al-Syāfi‘ī yyah atau mazhab al-Syāfi‘ī yyah. Susunan Idafah mazhab al-Syāfi‘ī yyah juga terasa janggal, karena yang ada adalah mazhab al-Syāfi‘ī bukan mazhab al-Syāfi‘ī yyah.

Ini saya hanya mencoba menganalisis pada topik memandikan jenazah saja. Dari situ saja juga sudah terlihat minimal ada 6 problem dalam kitab tersebut dilihat dari sudut pandang menjadikannya sebagai rujukan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī.

Tampak juga, banyak banyak sekali topik pendapat mu’tamad yang tidak tercover. Kalau hanya dari sisi ini saja, barangkali bisa dimaklumi, karena kitab ini memang ensiklopedi yang bersifat ringkasan. Jadi, memang terlalu berlebihan jika mengharap pembahasan yang detail dan lengkap. Masalahnya terkadang kedetailan itu menetukan pemahaman utuh sebuah konsep. Jika kedetailan itu dibuang, terkadang malah salah paham secara keseluruhan.

Oleh karena itu, sampai di sini bisa disimpulkan bahwa kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah masih mengkhawatirkan jika dijadikan rujukan satu-satunya untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī. Jadi, yang lebih berhati-hati adalah tetap harus mengecek ulang pada rujukan primer sebelum berani mengklaim pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī.

Penyikapan yang paling adil terkait kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ini bagi saya adalah  adalah menghargai kitab ini dan  memanfaatkannya sesuai fungsinya, yakni pemetaan singkat perbandingan 4 mazhab (dan fukaha lain) terhadap topik fikih tertentu termasuk melacak rujukannya. Dari sisi ini fungsinya mirip juga dengan kitab Bidāyatu al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd atau yang semisal. Perbedaan mencoloknya hanya di cara penyajian materi. Satunya gaya fikih, satunya gaya ensiklopedi.

Untuk memposisikannya sebagai rujukan pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī tetap tidak direkomendasikan. Jika terpaksa memakai rujukan kitab ini, lebih berhati-hati jika mengatakan misalnya,

“Berdasarkan keterangan dalam kitab al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, di sana dikatakan qaul al-Syāfi‘ī yyah dalam hal ini adalah bla..bla...bla..”

Dengan kata lain, fungsi kitab ini maksimal hanya bisa  tetap dijadikan rujukan darurat seraya tetap berhati-hati saat mengklaim pendapat mu’tamad. 

Walaupun demikian secara umum saya masih memuji akurasi kitab ini saat menukil kajian terhadap kitab-kitab al-Syāfi‘ī yyah. Umpamanya saat menerangkan isytiraṭ ajal (penetapan syarat waktu jatuh tempo) dalam akad qard (utang-piutang). Kitab ini menerangkan syarat dalam akad qard itu lā yalzam/tidak mengikat (yakni fokus pada atsar akad) dan ini ini jauh lebih akurat daripada sebagian artikel yang menyebut lā yajūz/tidak boleh secara mutlak (yakni fokus pada hukum akad) tanpa menerangkan rinciannya.

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya

Demikian Artikel " Bisakah Mengetahui Pendapat Mu'tamad Mazhab Al-Syafi'i Dari Kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah? "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close