Pengalaman Pelajar Mesir: Belajar Tanpa Ada Kurikulum Seperti di Pesantren

PENGALAMAN PELAJAR MESIR: BELAJAR TANPA ADA KURIKULUM SEPERTI DI PESANTREN

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Semenjak saya datang ke Mesir, ada suatu pembahasan yang terus terulang, dan selalu saja asik dibicarakan. Yaitu tentang runtutan kitab yang harus dibaca pada suatu bidang keilmuan, dari kelas awal hingga akhir. 

Topik pembicaraan ini tidak pernah dibahas di pesantren. Sebab santri terikat dengan waktu dan susunan kitab yang sudah dibuat secara resmi oleh komisi kurikulum. Sudah diuji, dan digunakan bertahun-tahun. Hasilnya ada, dan santri tidak perlu pusing harus menyusun buku yang akan dikaji di tahun berikutnya. 

Berbeda dengan keadaan di Mesir. Mahasiswa di sini memiliki latar belakang, kemampuan, ketertarikan, yang berbeda-beda. Ada yang datang sudah menguasai Alfiyyah, dan ada juga yang bahkan belum mengetahui Jurumiiyah. 

Golongan pertama tinggal melanjutkan pendidikannya, dengan lebih mendalami. Sedangkan yang kedua, masih harus diperkenalkan dan diarahi.

Akhirnya banyak sekali orang-orang yang membahas tingkatan kitab-kitab yang harus dikaji dan dihadiri, agar mereka bisa mengikuti dan tidak salah arah sangat mengaji. 

Satu yang menjadi perhatian saya adalah alih-alih ini menjadi sebuah petunjuk, malah menjadi arah yang tidak terbaca. Karena setiap orang memiliki guru yang berbeda. Setiap guru memiliki metode yang berbeda. Dan setiap metode memiliki kitab yang berbeda. Akhirnya orang yang terus mencari postingan seputar tingkatan kitab apa yang harus dikaji akan terus berada dalam lingkaran kebingungan. 

$ads={1}

Misalnya dalam Mustalah Hadits, ada beberapa guru hanya mencukupkan mengajar kitab Syarah Baiquniyah untuk pengenalan, kemudian Nuzhah Ibnu Hajar sebagai lanjutan, dan setelahnya tinggal praktek lapangan secara langsung. Ada juga yang membuat jenjang hingga kitab Fath al-Mugits. 

Dalam fiqih, ada Guru yang mengharuskan membaca dari Safinah, lalu matan taqrib, lalu Fath al-Qarib, lalu Fath Al-Muin, baru masuk Minhaj. Guru yang lain ada yang mencukupkan Yaqut Nafis lalu bisa membaca Minhaj. 

Atau madrasakah Kurdi yang mengaji kitab-kitab Nahwu semisal Izhar al-Asrar, Unmudzaj karya Zamakhsyari, dan Bahjah Mardhiyah Imam Suyuthi, yang mana kitab-kitab tersebut tidak digunakan oleh Madrasah Mesir untuk mengkaji ilmu Nahwu. 

Jadi pembahasan tingkatan kitab ini pada akhirnya hanya akan menjadi wawasan semata. Adapun prakteknya, mau tidak mau kita harus mengikuti arahan guru yang kita hadiri kelasnya. 

Saran saya setiap kali ada yang bertanya tentang tingkatan kitab apa yang harus dibaca, lebih baik anda mencari Guru yang cocok dan belajar kitab serta tingkatannya sesuai dengan arahan sang guru. Lalu jangan ambil pusing dengan orang yang membaca kitab yang berbeda dengan kitab anda baca. Toh, tujuannya sama, dhabt al-ilmi. 

Oleh: Fahrizal Fadil

Demikian Artikel " Pengalaman Pelajar Mesir: Belajar Tanpa Ada Kurikulum Seperti di Pesantren "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah - 

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close