Nafkah Madhiyah Dalam Fiqih dan Aturan Indonesia

NAFKAH MADHIYAH DALAM FIQIH DAN ATURAN INDONESIA

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Nafkah Madhiyah (nafkah masa lampau), adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri (dan juga kepada anak) sewaktu keduanya masih terikat perkawinan yang sah;

Jika suami pernah tidak memberi nafkah kepada istri dan anak, lalu terjadi perceraian, maka istri berhak menuntut hak Madhiyah dari suami. Misal selama 1 tahun suami tidak pernah memberi nafkah, entah hilang tidak ada kabar, entah ada tapi secara sengaja tidak memberi nafkah, maka istri berhak menuntut nafkah tersebut. 

Jumlahnya? Ya dihitung sja, misal sehari dibulatkan 35.000, kali 30 hari (1 bulan), lalu kali 12 bulan (1 tahun), maka total 12.600.000. tentu hal ini disesuaikan juga dg kemampuan suami dan fakta di persidangan.

$ads={1}

Aturan mengenai nafkah Madhiyah secara khusus dan hak hak istri pasca cerai secara umum, bisa dilihat di UU No 1 tahun 1974 diubah dengan UU No 16 Tahun 2019 jo PERMA No 3 Tahun 2017 jo SEMA No 3 tahun 2018 jo SEMA No 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam)

Di SEMA No 2 Tahun 2019 secara spesifik dijelaskan, hak nafkah Madhiyah bisa diajukan gugatan oleh Ibu atau orang lain yang secara nyata mengasuh anak tersebut.

Dalam kajian Fiqh ternyata nafkah Madhiyah ini juga dikenal. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu rusyd juga dijelaskan ttg kewajiban suami membayarkan nafkah terhutang kepada istri yang dia lalaikan selama menjadi suami sahnya. Nafkah terhutang ini wajib dibayarkan  suami baik ketika suami istri masih dalam pernikahan, atau misalnya keduanya bercerai.

Baca juga: Istri Siri Tidak Diberi Nafkah, KDRT Oleh Suami, Islam Menjawab

Yang repot itu kalau nikah Sirri, jika suami mencerai istrinya lalu suami menghilang atau tidak mau bertanggung jawab, lalu bagaimana cara "menagih" nafkah Madhiyahny? Hal ini berbeda ketika pernikahannya tercatat, maka urusan nafkah Madhiyah bisa diajukan gugatan ke Pengadilan agama, dan suami hanya bisa mengambil akta cerai (misal untuk menikah lagi atau urusan lainnya) setelah suami menyelesaikan kewajibannya membayar hak-hak istri dan anak, termasuk nafkah Madhiyah, sebagaimana diatur di SEMA no 2 tahun 2019. Dilihat dari sini, maka mencatat pernikahan di KUA sangatlah penting demi melindungi hak hak istri dan anak

Wallahu A'lam bis Sowab

Oleh: Kyai Holilur Rohman

Demikian Artikel " Nafkah Madhiyah Dalam Fiqih dan Aturan Indonesia "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah - 

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close