Idul Fitri Secara Bahasa dan Maknawi

IDUL FITRI SECARA BAHASA DAN MAKNAWI

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Idul Fitri kerap kali dimaknai "kembali ke suci". Sebagian ulama mengatakan bahwa kembali ke suci adalah kembalinya seseorang dalam keadaan bersih karena berpuasa di bulan ramadhan layaknya dilahirkan ibunya alias tidak punya dosa kembali seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadits dan sebagian ulama lainnya mengatakan kembalikan makna idul fitri secara bahasa.

Dalam istilah "idul fitri" ulama berbeda pendapat. Ada ulama yang mengatakan idul fitri dimaknai secara bahasa ada juga dimaknai secara maknawi.

Idul Fitri Secara Bahasa

Salah satu ulama yang mengatakan bahwa kata Idul Fitri mesti dikembalikan secara bahasa yaitu Kyai Abdul Wahab Ahmad, beliau membagikan tulisan mengenai kata "idul fitri": 

Id = kembali atau berulang.

Hari raya disebut id sebab selalu berulang tiap tahun

Fitr = makan, sarapan atau tidak puasa.

Idul Fitri = kembali tidak puasa atau kembali makan atau hari raya pasca mengakhiri puasa. 

Apakah "idul fitri" tidak bisa diartikan kembali suci? Jawabannya, secara lafadz tidak bisa.

Benar bahwa orang yang berpuasa ramadhan bisa saja kembali suci seperti saat dilahirkan ibunya alias tidak punya dosa lagi, seperti dinyatakan dalam sebuah hadis, tapi itu tidak bisa mengubah makna kata fitri. Makna Fitri adalah satu hal dan makna terhapusnya dosa hingga suci kembali adalah hal lain yang berbeda. 

Sama seperti meskipun idul fitri identik dengan maaf-maafan, kita tidak bisa mengartikan kata "idul fitri" sebagai kembali bermaafan. Keduanya adalah dua hal yang berbeda meskipun sama-sama terjadi. Sama juga seperti kata "idul fitri" tidak bisa diartikan kembali mudik, meskipun benar bahwa orang-orang banyak yang mudik saat itu. Baik bermaafan atau mudik bisa dicari dalilnya, tapi tetap saja itu hal yang berbeda dengan makna kata "fitri" . 

Saya pernah mendengar sebuah ceramah yang mengesankan bahwa yang mengartikan idul fitri sebagai kembali makan berarti pikirannya makanan melulu. Harusnya diartikan kembali suci, katanya. Meskipun niatnya bagus, tapi sayang sekali pernyataan tersebut tidak tepat secara etimologi maupun terminologi. Meskipun benar, bahwa ada orang yang kembali suci saat itu, tapi itu tidak serta merta bisa mengubah makna sebuah istilah yang secara etimologi tidak terkait dengan itu.

$ads={1}

Idul Fitri Secara Maknawi

Selain diartikan secara bahasa, Idul fitri juga dapat diartikan secara maknawi seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Nafarin Ibnu Syahrani:

Idul fitri diartikan kembali ke suci dapat disebut evolusi semantik. Fenomena makna sebuah kata atau frasa jadi berubah seiring waktu, ada pergeseran dari makna literal/lafadz ke makna yang lebih abstrak, atau bahkan menjadi makna yang lebih mendalam dalam konteks ini.

Mungkin dipengaruhi budaya muslim yang kental dengan ketasawwufan, ada interaksi disini.

Memang Awalnya, Idul Fitri hanya merujuk pada perayaan kembalinya makan setelah berpuasa. Tapi seiring waktu, konsepnya berkembang menjadi lebih mendalam, dengan makna yang melambangkan proses 'kembali ke fitrah' atau 'keaslian diri yang suci', menjadi gambaran spiritualitas lebih mendalam sekedar literal " kembali makan ".

Jika dimaknai kembali suci maka doa tahnia yang biasa dibacakan saat idul fitri akan lebih jelas maknanya

من العائدين والفائزين والمقبولين كل عام وأنتم بخير.

Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali kepada fithroh (suci) , dan tergolong orang-orang yang meraih kemenangan dan amal-amalnya di Terima....

Ceramah Prof. Quraish Sihab, beliau membenarkan arti Idul Fitri secara bahasa: Kembali makan.

Namun beliau berpendapat jika diartikan seperti itu rasanya terlalu sepele, sehingga kurang tepat menurut beliau (tapi tidak salah). Dan kesimpulan beliau adalah idul fitri lebih tepat diartikan kembali suci, indah, baik, benar, karena orang yang berpuasa JIKA puasanya diterima maka dia suci dari dosa.

Baca juga: Sunnah Dalam Sholat Idul Fitri yang Terlupakan

Lalu manakah yang Benar?

Penjelasan idul fitri secara bahasa dan maknawi sama-sama benar, tidak ada yang salah, karena ada perbedaan pendapat di dalamnya. 

Jika dikembalikan secara bahasa, maka idul fitri dapat diartikan "berakhirnya waktu puasa dan kembali makan" dan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan dapat diaplikasikan di bulan seterusnya, karena yang diakhiri adalah puasa ramadhannya saja bukan ibadah lainnya, maka seyogyanya ia akan terus istiqomah dalam menjalankannya, sampai kapan? sampai ajal menjemput.

Adapun jika "idul fitri" diartikan secara maknawi yang artinya "kembali suci" maka tidak boleh diartikan benar-benar bersih daripada dosa layaknya bayi yang baru lahir.

Sebagian dari mereka mengatakan sudah bersih dari dosa karena Ramadhan lantas dengan enteng mengerjakan dosa kembali di bulan setelahnya dengan dalih "sudah bersih dari dosa". Jika dipahami demikian maka ini adalah bentuk  penistaan/penyelewengan makna idul fitri dalam perspektif yang salah.

Seharusnya ramadhan dijadikan momen bertambahnya iman bukan puncak dalam beribadah apalagi bersih dari dosa. Karena orang yang merasa dirinya bersih dan suci dari dosa akan lebih sulit menjaga hati dan perbuatannya dari perkara-perkara yang haram dan cenderung lebih menyepelehkan (dosa). 

Jika ada ulama yang menyampaikan bahwa idul fitri "kembali ke suci" maka mesti dijelaskan secara eksplisit agar umat tidak mendapatkan pengetahuan yang utuh dan salah mengartikan.

Sumber: Kyai Abdul Wahab Ahmad, Muhammad Nafarin Ibnu Syahrani, Sufyan Al AnbariyJenjang W. Wongsokarto

Editor: Hendra, S/ Rumah-muslimin

Demikian Artikel " Idul Fitri Secara Bahasa dan Maknawi "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah - 

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close