BIOGRAFI KH ABDURRAHMAN NAWI, PENDIRI PONPES AL-AWWABIN DEPOK
Riwayat Hidup dan Keluarga
KH. Abdurrahman Nawi adalah ulama kharismatik asal Betawi yang lahir pada bulan Safar tahun 1354 Hijriah (1933 Masehi). Beliau merupakan putra dari pasangan H. Nawi bin Su'id dan Hj. Ainin binti Rudin. Kehidupan keluarga ini sederhana, namun sangat religius. H. Nawi, seorang pedagang nasi ulam, bersama istrinya mendidik anak-anak mereka dengan ajaran Islam yang kuat.Lingkungan tempat KH. Abdurrahman tumbuh, Kampung Tebet, dikenal sebagai kawasan yang sarat dengan budaya keislaman. Ada mushala di kampung tersebut yang menjadi pusat kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah dan pengajian anak-anak. Meskipun kedua orang tuanya bukan tokoh agama, mereka memiliki kecintaan yang mendalam terhadap para ulama dan sering menghadiri majelis-majelis pengajian di Kampung Melayu dan Kwitang.
Pada usia 18 tahun, KH. Abdurrahman menikah dengan Nyai Hasanah binti H. Hasbi. Pernikahan di usia muda tidak mengurangi semangatnya untuk terus menuntut ilmu. Seiring dengan kewajibannya mencari nafkah melalui berdagang, ia tetap konsisten belajar agama.
Beliau wafat pada hari Senin, 18 November 2019, pukul 13.35 WIB di Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok, Jawa Barat, dan dimakamkan di Pesantren Al-Awwabin, Bedahan, Depok.
Pendidikan dan Sanad Ilmu
KH. Abdurrahman memulai pendidikan agamanya di lingkungan sekitar Tebet. Guru-gurunya yang pertama, seperti KH. Mu’alim Ghazali dan KH. Mu’alim Syarbini, mengajarinya membaca Al-Qur'an serta dasar-dasar aqidah dan ibadah. Ketekunannya dalam belajar membuatnya berbeda dari anak-anak lain di kampungnya.Salah satu wejangan berharga diterimanya dari KH. Muh. Zain bin Sa’id, yang mengatakan bahwa manusia dihormati karena tiga hal: kekuatan, kekayaan, dan ilmu. Ketika ditanya apa yang ingin dicapainya, KH. Abdurrahman dengan tegas menjawab, "Ingin menjadi orang berilmu." Motivasi ini mengantarnya untuk mengaji kepada banyak ulama di Tebet dan sekitarnya, termasuk KH. Abdullah Syafi’i, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, dan Habib Abdullah bin Salim Al-Attas.
Meskipun tidak pernah belajar di sekolah formal atau pesantren, KH. Abdurrahman memiliki metode belajar yang sangat disiplin. Ia sering menghadiri pengajian di tiga tempat berbeda dalam sehari dan belajar menggunakan kitab-kitab klasik. Belajar tanpa lelah selama 25 tahun membawanya menguasai ilmu agama dan bahasa Arab secara mendalam, setara dengan lulusan pesantren formal.
Ketika berkesempatan berhaji pada 1960-an, KH. Abdurrahman memperdalam ilmu agamanya dengan belajar kepada para ulama terkemuka di Makkah, seperti Syekh Abdul Qadir Mandailing, Syekh Husein Al-Fatani, dan Habib Muhammad Alwi Al-Maliki.
$ads={1}
Perjalanan Dakwah
KH. Abdurrahman memulai kiprah dakwahnya pada 1962 dengan membuka pengajian bernama As-Salafi di rumahnya di Tebet Barat. Pengajian ini mengajarkan berbagai kitab klasik, seperti Taqrib, Fathul Mu’in, dan Qawa’idul Lughah. Beliau terkenal sabar dan terstruktur dalam mengajar, dengan prinsip "lebih baik sedikit tapi dipahami dengan baik."Beliau mendirikan Pondok Pesantren Al-Awwabin, yang awalnya hanya berupa lembaga pendidikan nonformal di Tebet. Pesantren ini berkembang menjadi lembaga formal dengan jenjang pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah, serta membuka cabang di Depok. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan agama yang terus melahirkan generasi santri berilmu dan berakhlak.
Selain mengajar di pesantren, KH. Abdurrahman juga aktif berdakwah melalui majelis taklim, seperti MT Al-Ikhwan di Tebet dan MT Al-Istiqamah di Pondok Kopi. Sejak 1982, ia mengisi pengajian tetap di Radio Asy-Syafi’iyyah dengan kitab Fathul Mu’in.
Karya-Karya
Sebagai ulama yang peduli terhadap pendidikan umat, KH. Abdurrahman menulis beberapa kitab berbahasa Melayu dengan tulisan Arab, seperti Al-Amtsilah At-Tashrifiyyah (tentang shorof), Ilmu Nahwu Melayu (tentang nahwu), dan Sullam Al-‘Ibad (tentang aqidah). Karya-karya ini disusun untuk mempermudah umat memahami ilmu agama secara praktis.Karir dan Warisan
KH. Abdurrahman adalah sosok ulama serbabisa, mulai dari dai, pengajar, hingga organisator. Ia pernah menjadi Mustasyar Nahdlatul Ulama Cabang Jakarta Selatan dan Dewan Penasihat MUI Pusat. Bersama dua ulama lainnya, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dan Habib Husein bin Ali Al-Attas, beliau dikenal sebagai "Tiga Serangkai Ulama Betawi."Hingga usia senja, KH. Abdurrahman tetap aktif mengasuh pesantren dan puluhan majelis taklim. Warisan beliau tidak hanya berupa karya tulis dan lembaga pendidikan, tetapi juga semangat dakwah yang menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Penutup
KH. Abdurrahman Nawi adalah cerminan ulama yang gigih, tawadhu, dan konsisten dalam menyebarkan ilmu. Keteladanannya dalam berdakwah, mendidik, dan menulis menunjukkan dedikasinya kepada agama dan masyarakat. Nama beliau akan selalu dikenang sebagai salah satu ulama besar Betawi yang telah memberikan kontribusi besar bagi umat Islam di Indonesia.Oleh: rumah-muslimin
Demikian Artikel " Biografi KH Abdurrahman Nawi, Pendiri Ponpes Al-Awwabin Depok "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -
Tags:
Biografi Ulama