MI'RAJ PARA WALIYULLAH BERBEDA DENGAN MI'RAJNYA NABI MUHAMMAD
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Belakangan ini, diskusi tentang mi’raj para waliyullah kembali menjadi pembahasan hangat di media sosial. Beberapa klaim menyebut bahwa seorang waliyullah bisa bermi’raj hingga puluhan kali dalam semalam. Pernyataan ini menuai respons yang beragam, dari dukungan hingga kritik. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan para ulama tasawuf tentang fenomena ini?Baca juga: Kelompok Imaduddin CS Terus Konsisten Menyebarkan Fitnah Terhadap Ba Alawi
Dalam tradisi ilmu tasawuf, mi’raj waliyullah memang diakui sebagai sebuah kemungkinan, tetapi bentuknya sangat berbeda dari mi’raj Nabi Muhammad ﷺ. Dalam kitab Al-Mi’raj karya Imam Al-Qusyairi, Juz 1, halaman 75, dijelaskan bahwa mi’raj yang dialami para wali adalah bentuk karomah yang diberikan oleh Allah, seperti yang terjadi pada Syekh Abu Yazid Al-Busthami dan waliyullah lainnya.
Namun, Imam Al-Qusyairi menegaskan bahwa mi’raj secara fisik atau badan, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah ﷺ, tidak mungkin terjadi pada seorang waliyullah. Para ulama sepakat bahwa mi’raj dengan tubuh dan ruh secara bersamaan hanya diperuntukkan bagi Nabi Muhammad ﷺ, sebagai bentuk kemuliaan kenabian.
Baca juga: Hadramaut Bagian dari Yaman Di Zaman Nabi Menurut Hadis, Ahli Hadis dan Sejarah
Penjelasan ini diperkuat oleh pandangan Ibnu Arabi dalam kitabnya Al-Futuhat Al-Makkiyah, Juz 5, halaman 80. Ia menjelaskan:واعلم أن معارج الأولياء بالهمم وشاركهم الأنبياء في هذا المعراج من كونهم أولياء ومن كونهم أنبياء ولا رسلاً، فيعرج الولي بهمته وبصيرته على براق عمله ورفرف صدقه معراجاً معنوياً يناله فيه ما يعطيه خواص الهمم من مراتب الولاية والتشريف
Artinya: "Ketahuilah bahwa mi’raj para wali terjadi melalui himmah (kesungguhan) mereka. Mi’raj ini juga dialami oleh para nabi dalam status mereka sebagai wali, bukan sebagai nabi atau rasul. Seorang wali mi’raj dengan himmah dan bashirahnya, menunggangi buraq amalnya, serta permadani keikhlasannya. Mi’raj ini bersifat maknawi, di mana mereka mendapatkan anugerah khusus berupa tingkatan kewalian dan kemuliaan."
Menurut Ibnu Arabi, mi’raj para waliyullah terjadi di alam spiritual, bukan fisik. Mereka mencapai tingkat spiritual tinggi melalui kesungguhan hati dan mata batin yang tajam.
$ads={1}
كنت أرى في ابتداء إرادتي في المنام كل ليلة سنة كاملة أني أرفع إلى السماء، وكنت أرى العجائب فى النوم
Artinya: "Pada permulaan keinginanku (menuju Allah), aku bermimpi setiap malam selama setahun penuh, bahwa aku diangkat ke langit dan menyaksikan berbagai keajaiban dalam mimpiku."
Pengalaman seperti ini sering dikaitkan dengan kondisi ruhani para wali yang mencapai tingkatan fana’, yaitu keadaan di mana mereka "melebur" dalam kehadiran Allah.
Bagi umat Islam, memahami fenomena ini seharusnya menumbuhkan rasa hormat kepada para wali sebagai hamba-hamba Allah yang diberi keistimewaan. Namun, perlu diingat bahwa keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tetap menjadi prioritas utama.
Semoga pembahasan ini bermanfaat, menambah wawasan, dan memperkuat cinta kita kepada Allah, Rasulullah ﷺ, dan para wali-Nya. Wallahu a’lam bishawab.
Baca juga: Penisbatan Al Yamani kepada Rasulullah Sudah Benar Secara Sejarah
Fenomena Mi’raj dalam Mimpi Para Waliyullah
Selain penjelasan maknawi, ulama sufi juga mengakui pengalaman spiritual para wali melalui mimpi. Salah satu contohnya adalah pernyataan Syekh Ahmad At-Thabrani al-Sarkhasi yang menceritakan:كنت أرى في ابتداء إرادتي في المنام كل ليلة سنة كاملة أني أرفع إلى السماء، وكنت أرى العجائب فى النوم
Artinya: "Pada permulaan keinginanku (menuju Allah), aku bermimpi setiap malam selama setahun penuh, bahwa aku diangkat ke langit dan menyaksikan berbagai keajaiban dalam mimpiku."
Pengalaman seperti ini sering dikaitkan dengan kondisi ruhani para wali yang mencapai tingkatan fana’, yaitu keadaan di mana mereka "melebur" dalam kehadiran Allah.
Kesimpulan dan Hikmah
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mi’raj para waliyullah adalah perjalanan spiritual yang terjadi dalam dimensi maknawi, bukan fisik. Pengalaman ini merupakan salah satu bentuk karomah yang menunjukkan ketinggian spiritual mereka. Namun, mi’raj ini tidak bisa disamakan dengan mi’raj Rasulullah ﷺ, yang menjadi peristiwa unik dalam sejarah Islam.Bagi umat Islam, memahami fenomena ini seharusnya menumbuhkan rasa hormat kepada para wali sebagai hamba-hamba Allah yang diberi keistimewaan. Namun, perlu diingat bahwa keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tetap menjadi prioritas utama.
Semoga pembahasan ini bermanfaat, menambah wawasan, dan memperkuat cinta kita kepada Allah, Rasulullah ﷺ, dan para wali-Nya. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: rumah-muslimin
Demikian Artikel " Mi’raj Para Waliyullah Berbeda dengan Mi'rajnya Nabi Muhammad "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -