SEJARAH PENULISAN MUSHAF AL-QUR'AN DARI HARAKAT, TAJWID, DAN TOKOH PENTINGNYA
RUMAH-MUSLIMIN.COM | SEJARAH - Penulisan Mushaf Al-Qur’an mengalami perkembangan signifikan sejak masa awal Islam. Pada era Khalifah Utsman bin ‘Affan raḍiyallāhu ‘anhu, Mushaf disusun dalam satu rasm baku yang kemudian disalin dan disebarluaskan ke berbagai wilayah kekuasaan Islam. Ciri khas Mushaf pada periode ini ialah ketiadaan tanda baca, baik berupa titik pembeda antarhuruf (i‘jām) maupun harakat (tasykīl). Hal ini disebabkan karena masyarakat Arab kala itu masih memiliki kemurnian bahasa serta naluri linguistik yang tinggi, sehingga mampu membaca dan memahami Al-Qur’an secara benar meskipun tanpa bantuan visual penanda fonetik.
Namun, seiring meluasnya wilayah Islam dan masuknya bangsa-bangsa non-Arab ke dalam agama ini, fenomena lahn (kesalahan dalam pelafalan dan pembacaan) mulai bermunculan. Interaksi sosial, pernikahan, dan percampuran budaya antara Arab dan non-Arab menyebabkan daya linguistik alami masyarakat Arab ikut melemah. Kekhawatiran akan terjadinya kesalahan baca terhadap Al-Qur’an pun meningkat, mendorong para ulama untuk melakukan langkah-langkah preventif.
Salah satu peristiwa penting yang mencerminkan urgensi tersebut adalah kesalahan pembacaan ayat Al-Qur’an yang didengar oleh Abu al-Aswad al-Du’ali, yang pada akhirnya menggugahnya untuk meletakkan dasar sistem harakat demi menjaga keaslian bacaan wahyu ilahi. Dari sinilah kemudian muncul sistem tasykīl dan i‘jām yang menjadi bagian tak terpisahkan dari mushaf yang kita kenal hingga hari ini. Upaya ini merupakan bentuk ijtihad ilmiah yang mencerminkan kesungguhan para ulama dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya." (QS. al-Ḥijr: 9)
Mushaf pada masa Khalifah Utsman bin 'Affan belum memiliki tanda baca:
- Tanpa titik (i'jām)
- Tanpa harakat (tasykil)
Karena saat itu Orang Arab tidak membutuhkan tanda baca untuk membimbing mereka ke pengucapan yang benar dan bebas dari kesalahan atau kekeliruan dalam membaca karena mereka masih memiliki naluri bahasa Arab yang murni.
Baca juga: Menjaga Al-Fatihah Dari Tajwid, Harakat, Makhraj, Tasydid, Waqaf dan Ibtida
Mushaf disusun agar bisa dibaca dalam banyak qira'at yang sah dan masih mungkin ditafsirkan tanpa adanya titik dan harakat.
Misalnya seperti kata:
تبلو bisa dibaca juga sebagai تتلو »ننشرها« bisa dibaca juga sebagai »ننشزها« (Sumber: Isma'il, Ruh al-Bayan, Juz 5, 700).
Κenapa Tanda Baca Diperlukan?
Seiring meluasnya Islam ke wilayah non-Arab: Lahn (kesalahan baca) mulai muncul karena;
- Orang non-Arab belajar bahasa Arab yang bukan bahasa ibu mereka.
- Orang Arab lama tinggal dan bercampur dengan non-Arab melalui pernikahan, bertetangga, hingga berbagi urusan hidup sehari-hari. Akibatnya, bahasa mereka ikut terpengaruh dan mengalami kerusakan karena percampuran ini yang meliputi segala aspek kehidupan mereka.
Bahasa mulai tercampur rusak dan secara alami.
Kisah Kesalahan yang Mengejutkan
Abu al-Aswad al-Du'ali mendengar seseorang membaca:
.... أن الله بريء من المشركين ورسوله"
dengan jar pada "رسول,maka ia berkata: "Aku kira aku tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja, kecuali aku harus membuat sesuatu yang bisa memperbaiki kesalahan bacaan seperti ini."
Arti jadi keliru: "...Allah berlepas diri dari musyrikin dan Rasul-Nya" padahal yang benar: "dan Rasul-Nya juga berlepas diri dari mereka."
Ini memicu kegelisahan besar dan lahirlah sistem harakat! (Sumber: al-Suyuthi, al-Dur al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma'tsur, 383.)
Baca juga: Konsekuensi Menjadi Imam Shalat Jika Bacaan Al-Fatihah Tidak Fasih
Munculnya Tasykil dan I'jam
- Tasykil (harakat) dibuat lebih dulu karena urgensinya lebih tinggi
- I'jām (titik huruf) menyusul setelahnya, sebagai bentuk kehati-hatian tambahan dalam menjaga kemurnian bacaan Al-Qur'an dari kesalahan dan agar kesempurnaannya tetap terjaga.
Tujuan: Menjaga Al-Qur'an dari kesalahan baca.
Tasykil awalnya pakai titik:
- Fathah: titik di atas
- Kasrah: titik di bawah
- Dhammah: titik di akhir
Evolusi Desain Tanda Baca
Awalnya Titik beda warna untuk harakat dan huruf lalu berkembang jadi bentuk yang kita kenal sekarang:
- Fathah: garis miring di atas
- Kasrah: di bawah
- Dhammah: "waw" kecil
- Tanwin: dobel tanda
Sistem ini diperkenalkan oleh Al-Khalil bin Ahmad dan metode ini lebih jelas dan lebih banyak digunakan. (Sumber: Al-Suyuthi, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, 566.)
Siapa Tokoh Pentingnya?
Tokoh-tokoh awal peletak dasar diantaranya Abu al-Aswad al-Du'ali, Al-Hasan al-Bashri, Yahya bin Ya'mur, Nashr bin 'Ashim. Keempat tokoh tersebut adalah dari kalangan tabi'in, dan mereka semua hidup pada paruh kedua abad pertama Hijriah.
al-Suyuthi menyebutkan, memang ada perbedaan pendapat mengenai siapa di antara mereka yang lebih dahulu menciptakan sistem tanda harakat dan titik huruf. Namun karena mereka semuanya hidup dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, dan penciptaan tanda baca Al-Qur'an terbatas hanya pada mereka, maka logis bila disimpulkan bahwa kedua sistem tersebut lahir dalam waktu yang berdekatan. (Al-Suyuthii, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, 565).
Baca juga: Hukum Mengamalkan Tajwid dan Kaitannya dengan Keabsahan Shalat
Kesimpulan
Tanda baca Al-Qur'an adalah hasil ijtihad ilmiah para ulama demi menjaga kesucian wahyu. Tasykil dan I'jām adalah bukti nyata perhatian besar umat Islam terhadap keaslian bacaan Al-Qur'an.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحْفِظُوْنَ ٩
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya." (QS. Al-Hijr: 9)
Sumber: Ustadz Abu Ammar Al-Makki
Editor: Hendra, S/Rumah-Muslimin
Demikian Artikel " Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur'an dari Harakat, Tajwid, dan Tokoh Pentingnya "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah-