Haram Hukumnya Belajar Agama dari Terjemahan Al-Qur'an dan Hadits Saja

HARAM HUKUMNYA BELAJAR AGAMA DARI TERJEMAHAN AL-QUR'AN DAN HADITS SAJA

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Ada sebagian orang yang suka mengajak masyarakat awam untuk langsung belajar memahami hadis, dan menyudutkan pola pembelajaran umat Islam secara turun temurun yang mengajak masyarakat mengkaji kitab-kitab fikih mazhab karya para Ulama. Untuk membenarkan sikap mereka, dengan bangganya mereka mengutip pernyataan Imam Malik, "bahwa setiap orang pendapatnya adakala diterima atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini (maksudnya Nabi Muhammad SAW)."

Ucapan Imam Malik seakan dimaksudkan untuk mengarahkan umat Islam hingga orang awam untuk langsung kembali kepada ucapan Nabi, karena selain Nabi bisa benar dan bisa salah pendapatnya, tetapi kalau pernyataan Nabi sudah pasti benar. Lalu setelah itu, ia membuka hadis dan menguraikannya secara panjang lebar, lalu dengan bangganya menyalahkan pendapat para Ulama, karena menurutnya pendapat ulama bertentangan dengan hadis. Padahal sebenarnya, yang bertentangan bukan pendapat Ulama dengan hadis, tetapi antara pemahaman para Ulama yang memiliki segudang perangkat ijtihad terhadap hadis, dengan pemahamannya yang lebih banyak pakek logika yang cacat.

Perlu dipahami, bahwa hadis Nabi tidak semuanya qath'i secara riwayah, demikian juga dalalah. Secara umum, hadis Nabi ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Dari segi ketersambungan sanad, ada yang musnad, muttashil, munqathi', mu'allaq, dan mu'dhal. Dari segi banyaknya sanad terbagi kepada mutawathir, mustafidh, masyhur, aziz dan gharib. Demikian juga dari sudut pandang lainnya, dimana Ulama telah mengklasifikasikannya sedemikian rupa dalam ilmu Ushul hadis atau ilmu musthalah untuk memudahkan memahami kehujjahan suatu hadis. Itu baru dari segi periwayatan, belum lagi dari segi pemahaman yang dibutuhkan kejelian memahami wajhu dalalah, perlu dukungan ilmu lughah, balaghah, dan ilmu-ilmu lainnya.

$ads={1}

Saya tidak ingin bawa contoh banyak-banyak. Saya hanya mengajak teman-teman untuk melihat satu persoalan saja, persoalan yang sederhana, yaitu tentang hukum minum sambil berdiri. Coba bayangkan, andai ada orang awam yang ingin langsung memahami hukumnya dari hadis, dipastikan akan jatuh dalam kebingungan. 

Coba lihat beberapa hadis di bawah ini!

عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الشرب قائما 

Artinya: "Diriwayatkan dari Abi Sa'id Al-Kudri; Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang minum sambil berdiri." (HR. Muslim)

عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم زجر عن الشرب قائما 

Artinya : "Diriwayatkan dari Anas, Sesungguhnya Nabi SAW menegur minum sambil berdiri." (HR. Muslim)

عن أبي هريرة قال ؛  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ؛ لا يشربن أحد منكم قائما فمن نسي فليستيقئ 

Artinya : "Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Beliau berkata bahwa Rasulullah SAW berkata : Jangan sekali-kali seseorang dari Kalian minum dalam keadaan bediri. Siapa yang lupa, hendaklah memuntahkannya." (HR. Muslim)

Beberapa hadis di atas dengan jelas (sharih) menunjukkan larangan terhadap minum dalam keadaan bediri.

Baca juga: Bolehkah Menambahkan lafadz “Sayyidina” Pada Bacaan Shalawat di Hadits?

Namun demikian, kandungan hadis di atas terlihat bertentangan dengan beberapa hadis lainnya di bawah ini;

عن ابن عباس قال : شرب النبي صلى الله عليه وسلم قائما من زمزم 

Artinya: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Beliau berkata: Nabi SAW minum air zamzam dalam keadaan bediri." (Muttafaqun 'Alaih)

عن النزال قال أتي علي رضي الله عنه على باب الرحبة بماء، فشرب قائما، فقال إن ناسا يكره أحدهم أن يشرب وهو قائم، وأنا رأيت النبي صلى الله عليه وسلم فعل كما رأيتموني فعلت 

Artinya: "Dari Nazzal, Beliau berkata: Dibawakan air kepada Ali radhiyallahu 'anhu yang berdiri di pintu teras Mesjid, maka beliau meminumnya dalam keadaan bediri. Kemudian beliau berkata; Sesungguhnya banyak orang yang tidak menyukai ada diantara mereka yang minum sambil berdiri. Sementara Aku melihat Rasulullah SAW mempraktekkannya sebagaimana yang Aku praktekkan." (HR. Bukhari)

عن ابن عمر، قال: كنا نأكل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن نمشي ونشرب ونحن قيام 

Artinya: "Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Beliau berkata: Kami makan di masa Rasulullah SAW sambil berjalan, dan kami minum dalam keadaan bediri." (HR. Tirmizi)

عن عمر بن شعيب، عن أبيه، عن جده قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يشرب قائما وقاعدا 

Artinya: "Diriwayatkan dari Umar bin Syuaib, dari Ayah, dari Kakeknya yang berkata: Aku melihat Rasulullah SAW minum dalam keadaan bediri dan dalam keadaan duduk." (HR. Tirmizi)

Hadis-hadis di atas menunjukkan kepada bolehnya minum dalam keadaan bediri. 

$ads={2}

Coba bayangkan, andai orang awam dihadapkan untuk memahami hukum secara langsung dari hadis-hadis di atas? Apa yang terjadi. Pasti akan kebingungan bukan? Bagaimana kalau seandainya yang menjelaskan itu Ustaz-Ustaz mereka dengan pemahamannya? Tadi kan katanya semua bisa salah selain Nabi. berarti Ustaz mereka bisa salah juga. Kalau sama-sama bisa salah, tentu lebih baik kita merujuk kepada pemahamannya Ulama mazhab. Karena kalau sudah bicara mazhab, kita tidak berbicara pendiri mazhab seorang, tetapi mazhab adalah hasil pemahaman dari Imam Mazhab yang kemudian didukung, dijelaskan, dikembangkan dan disempurnakan oleh ratusan ribu para Ulama dalam lintas generasi. Tentu saja kemungkinan salahnya semakin sempit, semakin sempit dan tinggal sedikit saja. Berbeda dengan pemahaman Ustaz yang  memahami ucapan Imam Malik saja tidak mampu, apalagi hadis Nabi.  

Baca juga: Ilmu Agama Islam Selalu Berkembang Dan Tidak Statis

Lalu bagaimana cara para Ulama memahami hadis-hadis di atas yang sekilas terlihat saling bertentangan?

Ada beberapa maslak (metode) yang berbeda yang ditempuh oleh para Ulama dalam memahami gambaran pertentangan pada hadis di atas.

A. TARJIH

Sebagian Ulama menempuh metode tarjih, yaitu mengunggulkan salah satu diantaranya. Dalam hal ini yang diunggulkan adalah hadis yang menyatakan boleh, karena tingkat tsubut-nya lebih tinggi. 

B. NASAKH

1. Sebagian ulama menganggap hadis yang menyatakan boleh menjadi nasikh (pembatalan) bagi hadis yang menyatakan tidak boleh. Hal ini didasarkan pada adanya pengakuan dari Khulafa Rasyidin, kebanyakan para Shahabat dan Tabi'in tentang kebolehan minum sambil berdiri. 

2. Sebagian lainnya menganggap hadis larangan sebagai nasikh yang membatalkan hadis pembolehan. Hal ini dikarenakan kebolehan adalah sesuatu yang muwafaqah asal, yaitu sesuai dengan hukum asal sebelum adanya larangan. Selain itu, juga tidak ada keterangan yang menyebutkan adanya pembolehan setelah larangan. Maka dengan demikian hadis larangan yang layak dipandang sebagai nasikh.

Baca juga: Wahabi Kelompok yang Meremehkan Sunnah

C. JAM'U 

Sebagian Ulama lainnya mencoba mengkompromikan antara dua hadis di atas, yaitu tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang saling bertentangan, karena keduanya berlaku konteks yang berbeda, dan antara satu sama lain saling memperjelas tentang bagaimana konstruksi hukum sebenarnya tentang masalah ini. Para Ulama yang menempuh maslak jam'u ini mengatakan bahwa hadis larangan maksudnya adalah makruh tanzih, yaitu larangan yang menunjukkan sebaiknya hal itu tidak dilakukan, namun jika dilakukan tidak sampai haram atau berdosa. Hadis-hadis yang menunjukkan kebolehan adalah bayan (penjelas) tentang larangan di sebagian hadis lainya bersifat tanzih. Cara jam'u inilah yang paling unggul dibanding maslak lainnya.

Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari berkata;

هذا أحسن المسالك وأسلمها وأبعدها عن الإعتراض 

"Ini (maslak ketiga) merupakan metode terbaik dan paling selamat, serta paling jauh dari muncul kritikan."

Hal yang sama juga dikatakan oleh Badruddin Al-'Aini dalam Umdatul Qari; 

وهو الذي صار إليه العلماء الجامعون بين الحديث والفقه 

"Inilah metode yang ditempuh oleh Para Ulama yang berusaha memadukan antara hadis dengan fikih."

Demikian gambaran dari cara para Ulama dalam memahami hadis. Ini hanya satu contoh sederhana. Apa yang dipraktekkan sebenarnya oleh para Ulama jauh lebih agung dari itu. Namun setidaknya, memahami hal seperti ini setidaknya diharapkan membuat kita sadar diri, bahwa kita tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka, sehingga tidak congkak hanya karena sudah baca satu dua buku fiqh dan ushul fiqh seakan sudah siap menandingi para Ulama. Jika bukan karena para Ulama  dan lewat pemahaman para Ulama, kembali ke hadis malah membingungkan atau bahkan menyesatkan.  

Wallahul Muwaffiq!

Muhammad Iqbal Jalil  

Lamno, Aceh Jaya

24 Oktober 2022

Demikian Artikel " Haram Hukumnya Belajar Agama dari Terjemahan Al-Qur'an dan Hadits Saja "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close