Suami Istri Bekerja, Bolehkah Suami Memakai Gaji Istrinya?

SUAMI ISTRI BEKERJJA, BOLEHKAH SUAMI MEMAKAI GAJI ISTRINYA?

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Menurut ulama', kewajiban utama  memberi nafkah adalah melekat kepada suami. Maka gaji atau penghasilan suami harus diberikan kepada istri sesuai kebutuhan sehari hari. Apakah semua gaji diberikan? Tergantung berapa kebutuhan primer yang wajib dipenuhi. Yang terpenting kewajiban primer sudah terpenuhi, maka kewajiban memberi nafkah sudah gugur. Kalau ada sisa dari gaji suami, sisanya tidak wajib diberikan kepada istri. Kalau misal sisa banyak dan suami mau melebihkan uangnya untuk istri di luar kewajiban primer, misal untuk make up, rekreasi, dll, maka suami tersebut tergolong suami yang sangat baik dan mendapat pahala lebih

Bagaimana dengan gaji istri? Karena hukum asal istri tidak berkewajiban memenuhi nafkah keluarga, maka gaji istri 100% milik istri. Tapi yang perlu dipahami, istri bekerja dan mendapat gaji, atau istri berdagang lalu mendapat keuntungan biasanya karena ada support dari suami, baik itu berupa kerelaan suami istri ikut bekerja, suami kadang juga ngantar ke tempat kerja, atau lainnya, maka istri yang baik adalah gaji yang didapatkan tidak hanya digunakan untuk kepentingan dirinya, tapi juga untuk kemaslahatan keluarga, misalnya membantu biaya pendidikan anak, menabung untuk daftar umroh atau haji bersama sama, membantu orang tua di kampung, membeli peralatan rumah tangga yang dibutuhkan, ditabung untuk kebutuhan tidak terduga, dan lainnya.

$ads={1}

Sekali lagi yang perlu diingat, istri menggunakan gajinya untuk kepentingan dan kemaslahatan keluarga merupakan kebaikan dari seorang istri, bukan kewajiban pokoknya. Bahkan ketika istri bekerja ketika suami dan anaknya tidak bisa bekerja, maka dia akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dalam sebuah hadis diceritakan sosok Rithah—Abdullah bin Masud—, yang merupakan seorang pekerja keras untuk memenuhi nafkah suami dan keluarganya. Atas tindakannya yang mulia tersebut Rasulullah memujinya.

عن ريطة بنت عبد الله بن مسعود رضي الله عنهما أتت إلى النبي صلى الله وسلم. فقالت: يا رسول الله إني امرأة ذات صنعة أبيع منها وليس لي ولا لزوجي ولا لولي شيئ. وسألته عن النفقة عليهم فقال: لك في ذلك أجر ما أنفقت عليهم. أخرجه ابن سعد

“Dari Rithah, istri Abdullah bin Mas’ud ra. ia pernah mendatangi Nabi SAW dan bertutur, “Wahai Rasulullah, saya perempuan pekerja, saya menjual hasil pekerjaan saya. Saya melakukan ini semua, karena saya, suami saya, maupun anak saya, tidak memiliki harta apapun.” Ia juga bertanya mengenai nafkah yang saya berikan kepada mereka (suami dan anak). “Kamu memperoleh pahala dari apa yang kamu nafkahkan pada mereka,” kata Nabi SAW.”

Baca juga: Masalah Rumah Tangga Bukan Hanya Persoalan Ekonomi

Kesimpulan

Para ulama sepakat bahwa suami harus memberikan nafkah kepada istrinya. Meskipun istri memiliki penghasilan sendiri, suami tetap harus memberikan nafkah. Jika istri rela tanpa paksaan, suami boleh menggunakan penghasilan istri. Namun, jika istri tidak diberi nafkah, suami dibebaskan dari kewajibannya. Sebaliknya, jika suami menolak memberikan nafkah, itu akan menjadi hutang bagi istri.

Kewajiban memberikan nafkah harus disesuaikan dengan kemampuan suami. Nafkah untuk keluarga tetap wajib meskipun suami jatuh miskin, namun nafkah kepada orang tua hanya wajib jika suami mampu. Mayoritas ulama setuju bahwa memberi nafkah kepada istri dan anak lebih penting daripada orang tua.

Dalam Islam, suami harus memberikan nafkah mutlak kepada istri. Namun, jika istri memiliki pendapatan sendiri, itu tetap miliknya dan suami harus meminta izin sebelum menggunakannya. Suami tidak boleh menguasai gaji istri, mahar, atau harta warisannya.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ :

وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا

“Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS: An-Nisa: 4)

Baca juga: Tips Sederhana Membangun Keharmonisan Keluarga

Seorang wanita juga berhak memiliki harta sendiri dan tidak boleh dipaksa untuk memberikannya kepada suami. Wanita tidak boleh bekerja tanpa izin suami, dan jika suami mengizinkan, wanita harus tetap taat pada suami dan syariat Islam.

Maka dari itu, baik suami ataupun istri, harus saling mengerti dan saling menyayangi khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga. Memenuhi kewajiban pokok itu bagus dan berpahala, apalagi kalau melakukan kebaikan di luar kewajiban pokoknya, maka itu sangat baik dan diberi pahala oleh Allah SWT. Apalagi yang kita cari di dunia ini selain mencari Ridha Allah dan mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya untuk kehidupan akhirat kelak?

Wallahu A'lam..

Oleh: Ustadz Holilur Rohman 

Editor: rumah-muslimin

Demikian Artikel " Suami Istri Bekerja, Bolehkah Suami Memakai Gaji Istrinya? "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah - 

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close