Perbudakan di Pesantren: Antara Khidmah, Tarbiyah, dan Isu Eksploitasi

PERBUDAKAN DI PESANTREN: ANTARA KHIDMAH, TARBIYAH, DAN ISU EKSPLOITASI

RUMAH-MUSLIMIN.COM | PESANTREN - Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang berfokus pada orientasi ilmu agama. Di dalam pesantren diajarkan berbagai macam bentuk pendidikan dari teori hingga praktik. Pesantren di Indonesia ada 2 macam yakni Pesantren salaf dan modern. Pesantren salaf berfokus pada pendidikan agama, sedangkan Pesantren modern ada 2 materi yang dipelajari yakni Agama dan Pendidikan umum. Namun, dalam beberapa waktu terakhir muncul isu yang menyebut adanya praktik “perbudakan” di lingkungan pesantren. Isu ini memicu perdebatan di masyarakat, karena di satu sisi pesantren dianggap sebagai institusi mulia yang melahirkan banyak ulama dan tokoh bangsa.

1. Pesantren Berbayar Mahal

Pesantren dengan kategori elit umumnya mematok biaya masuk tinggi, mulai dari Rp25 juta–Rp50 juta, dengan biaya bulanan mencapai Rp3–5 juta. Santri di pesantren jenis ini biasanya tidak dibebani kewajiban bekerja atas nama pesantren. Fokus utama mereka adalah belajar, mengaji, dan menikmati fasilitas lengkap yang sudah tercover oleh biaya yang dibayarkan. Praktik seperti “roan” (kerja bakti) dalam bentuk pembangunan fisik pesantren hampir tidak ditemukan, karena seluruh kebutuhan operasional biasanya ditanggung oleh biaya pendidikan yang besar. Dengan demikian, isu perbudakan nyaris tidak relevan di pesantren kategori ini.

$ads={1}  

2. Pesantren Menengah

Pada pesantren dengan biaya pendaftaran sekitar Rp1–8 juta dan biaya bulanan Rp750 ribu–Rp1,5 juta, aktivitas roan atau kerja bakti masih menjadi bagian dari kehidupan santri. Namun, roan di sini lebih tepat disebut sebagai kerja bakti sukarela, bukan kewajiban yang bersifat memaksa. Santri sering merasa senang karena dapat beramal jariyah melalui cucuran keringat untuk pesantren yang mereka cintai. Bahkan jika ada santri yang tidak ikut, umumnya tidak dikenakan sanksi.

Selain itu, terdapat pula praktik khidmah berupa pengabdian sebagai abdi dalem. Biasanya ini dijalani oleh santri kurang mampu yang ingin tetap menimba ilmu tanpa membebani orang tua. Sebagai gantinya, mereka memperoleh biaya hidup yang dicukupkan oleh pesantren. Walaupun tidak digaji secara formal, para santri ini tetap mendapatkan uang saku bulanan untuk kebutuhan dasar. Hal ini lebih tepat dipahami sebagai sistem gotong royong untuk menekan biaya hidup seluruh santri, bukan perbudakan. Lebih jauh, praktik khidmah dan roan di pesantren menengah justru berfungsi sebagai tarbiyah kehidupan, di mana santri ditempa untuk mandiri, disiplin, serta memperoleh keterampilan hidup (life skill) seperti pertukangan, pengelolaan usaha, dan manajemen. Banyak alumni pesantren kemudian merasakan manfaat keterampilan tersebut di kehidupan nyata.

Baca juga: Benarkah Ponpes Gontor Terafiliasi Wahabi?

3. Pesantren Gratis

Pesantren yang memberikan pendidikan dan penghidupan gratis biasanya dikelola oleh yayasan sosial, majelis taklim para aghniya, atau pribadi seorang kiai. Pada pesantren model ini, santri memang sering dilibatkan dalam mengurus sawah, toko, atau usaha pesantren. Hal tersebut dianggap wajar karena seluruh biaya pendidikan dan kebutuhan hidup santri sudah ditanggung tanpa pungutan. Dengan kata lain, keterlibatan santri dalam kegiatan produktif merupakan bentuk timbal balik yang sehat dan pada akhirnya kembali bermanfaat bagi mereka juga.

4. Menyikapi Isu Perbudakan

Meskipun dalam praktiknya tidak bisa dipungkiri ada segelintir pesantren yang menyalahgunakan istilah khidmah atau barokah hingga menyerupai praktik eksploitasi, fenomena tersebut tidak bisa digeneralisasi untuk seluruh pesantren. Kebanyakan pesantren masih menjadikan keterlibatan santri dalam kerja bakti atau khidmah sebagai sarana pendidikan karakter, pembentukan mental, dan pemberdayaan diri, bukan sebagai bentuk penindasan.

Baca juga: 5 Keistimewaan Pondok Pesantren Lirboyo

Penutup

Isu “perbudakan di pesantren” perlu dilihat secara proporsional. Pesantren memiliki beragam model dengan latar belakang pembiayaan yang berbeda-beda, mulai dari pesantren elit berbiaya tinggi, pesantren menengah yang tetap menanamkan nilai gotong royong, hingga pesantren gratis yang menanggung penuh kebutuhan santri. Aktivitas roan, khidmah, dan keterlibatan santri dalam kegiatan pesantren pada umumnya merupakan bagian dari proses tarbiyah, bukan praktik perbudakan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami konteks sebelum menggeneralisasi. Pesantren tetaplah lembaga pendidikan yang telah berjasa besar dalam melahirkan generasi berakhlak, mandiri, dan siap menghadapi tantangan kehidupan.

Sumber: Gus Tsabit Abi Fadhil

Editor: Hendra, S/Rumah-Muslimin

(Rumah Muslimin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close