Larangan Menyakiti Orang Lain Demi Mengusap dan Mencium Hajar Aswad

LARANGAN MENYAKITI ORANG LAIN DEMI MENGUSAP DAN MENCIUM HAJAR ASWAD

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Memang betul melakukan istilām (menyentuh dan mengusap) terhadap Hajar Aswad saat tawaf itu sunah.

Betul juga mencium Hajar Aswad saat tawaf itu sunah.

Betul juga meletakkan dahi di atas Hajar Aswad saat tawaf itu sunah.

Tapi jangan sampai hanya demi mengejar 3 sunah itu kita tidak peduli apakah menyakiti kaum muslimin yang lain apa tidak.

Menyakiti mukmin itu perbuatan tidak baik. Bahkan haram. Sungguh tidak layak orang mengejar hal yang disunahkan dengan cara melakukan perbuatan yang dibenci Allah.

Oleh karena itu, para fukaha menerangkan bahwa sunahnya melakukan 3 sunah terhadap  Hajar Aswad itu diikat syarat yakni tidak menyakiti orang lain dengan cara berdesak-desakan untuk mencapainya. Al-Nawawi berkata,

«وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ بِوَجْهِهِ وَيَدْنُوَ مِنْهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُؤْذِيَ أَحَدًا بِالْمُزَاحَمَةِ». «المجموع شرح المهذب» (8/ 13 ط المنيرية)

Artinya,

“Disunahkan menghadap Hajar Aswad dengan wajahnya dan mendekatinya dengan syarat tidak menyakiti siapapun dengan  berdesak-desakan” (al-Majmū‘ juz 8 hlm 13)

Rasulullah ﷺ pernah menasihati Umar untuk tidak berdesak-desakan hanya karena ingin mencapai Rukun Aswad. Sebab Umar itu lelaki kuat perkasa. Jika beliau ikut  berdesak-desakan sudah pasti yang lemah akan kalah dan tersakiti. Yang benar, lakukan sunah terkait Hajar Aswad itu dalam kondisi tempatnya lowong dan sepi saja sehingga tidak sampai mengganggu orang lain.  Al-Baihaqī meriwayatkan,

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ: «يَا أَبَا حَفْصٍ إِنَّكَ رَجُلٌ قَوِيٌّ،» فَلَا تُزَاحِمْ عَلَى الرُّكْنِ، ‌فَإِنَّكَ ‌تُؤْذِي ‌الضَّعِيفَ، وَلَكِنْ إِنْ وَجَدْتَ خَلْوَةً فَاسْتَلِمْ، وَإِلَّا فَكَبِّرْ وَامْضِ. «معرفة السنن والآثار» (7/ 219)

Artinya,

“ Nabi ﷺ bersabda kepada Umar, ‘Wahai Abū Ḥafṣ, sesungguhnya engkau adalah lelaki kuat. Jangan berdesak-desakan untuk mencapai Rukun (Aswad). Sebab engkau akan menyakiti orang yang lemah. Tetapi, jika engkau mendapati areanya kosong, maka ber-istilam-lah. Jika tidak, maka bertakbirlah dan berjalanlah” (Ma’rifatu al-Sunan wa al-Āṡār, juz 7 hlm 219)

Baca juga: Hukum Melakukan Pembatalan Haji dan diganti dengan Umroh

Ada juga riwayat bahwa Abdurrahman bin Auf hanya akan melakukan sunah terkait Hajar Aswad dalam kondisi tempatnya tidak penuh sesak. Jika penuh sesak maka beliau tidak melakukannya. Ketika Rasulullah ﷺ mengetahuinya maka beliau membenarkannya. Al-Baihaqī meriwayatkan,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ: «كَيْفَ صَنَعْتَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ فِي اسْتِلَامِ الرُّكْنِ الْأَسْوَدِ؟» فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ: اسْتَلَمْتُ وَتَرَكْتُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَصَبْتَ». «معرفة السنن والآثار» (7/ 219)

Artinya,

“Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abdurraḥmān bin “Auf, ‘Bagaimana manajemenmu wahai Abū Muhammad untuk melakukan istilām terhadap Rukun Aswad? Abdurraḥmān menjawab ‘Aku beristilam (jika tempatnya sepi) dan meninggalkannya (jika tempatnya ramai sesak). Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Benar kamu’ (Ma’rifatu al-Sunan wa al-Āṡār, juz 7 hlm 219)

$ads={1}

Rekomendasi senada juga diberikan Ibnu Abbās. Beliau menasihatkan, jika kondisi di Rukun Aswad penuh sesak, maka pergi saja tidak usah berhenti di situ. Al-Baihaqī meriwayatkan,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «إِذَا وَجَدْتَ عَلَى الرُّكْنِ زِحَامًا، فَانْصَرِفْ، وَلَا تَقِفْ». «معرفة السنن والآثار» (7/ 220)

Artinya,

“Dari Ibnu ‘Abbās beliau berkata, ‘Jika engkau mendapati Rukun Aswad penuh sesak maka pergilah, jangan berhenti-di situ- (Ma’rifatu al-Sunan wa al-Āṡār, juz 7 hlm 220)

Apalagi wanita. Lebih layak menghindar untuk berdesak-desakan demi Hajar Aswad. Cukup memberi isyarat dengan tangan saja dari kejauhan dan menunggu suasana sepi saja jika ingin melakukan istilām. Al-Baihaqī meriwayatkan, 

عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ سَعْدٍ، أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ أَبِي يَقُولُ لَنَا: «إِذَا وَجَدْتُنَّ فُرْجَةً مِنَ النَّاسِ فَاسْتَلِمْنَ، وَإِلَّا فَكَبِّرْنَ وَامْضِينَ». «معرفة السنن والآثار» (7/ 220)

Artinya,

“Dari ‘Āisyah binti Sa’ad bahwasanya beliau berkata, ‘Ayahku menasihati kami, ‘Jika kalian (wahai putri-putriku) mendapati tempat kosong (di Rukun Aswad), maka lakukan istilām. Jika tidak, maka bertakbirlah dan berjalanlah” (Ma’rifatu al-Sunan wa al-Āṡār, juz 7 hlm 220)

Baca juga: Dam Dalam Haji dan Umroh: Pengertian, Ketentuan dan Kesalahan-Kesalahannya

Bahkan ada riwayat Aisyah tidak suka jika wanita melakukan istilam terhadap Hajar Aswad dan harus berdesak-desakan dengan para lelaki. Beliau mendoakan wanita yang melakukan hal  itu supaya tidak mendapatkan pahala dari perbuatannya. Karena menurut beliau untuk wanita cukup istilam  dengan isyarat tangan saja. Al-Baihaqī meriwayatkan, 

عَنْ مَنْبُوذِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ أُمِّهِ، أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، فَدَخَلَتْ عَلَيْهَا مَوْلَاةٌ لَهَا، فَقَالَتْ لَهَا: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ طُفْتُ بِالْبَيْتِ سَبْعًا، وَاسْتَلَمْتُ الرُّكْنَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: «لَا آجَرَكِ اللَّهُ، لَا آجَرَكِ اللَّهُ تُدَافِعِينَ الرِّجَالَ؟ أَلَا كَبَّرْتِ وَمَرَرْتِ». «معرفة السنن والآثار» (7/ 220)

Artinya,

“Dari Manbūż bin Abū Sulaimān dari Ibunya bahwasanya beliau di sisi ‘Aisyah, istri Nabi ﷺ Ummul Mukminin. Lalu masuklah mantan budak beliau kemudian berkata kepadanya, ‘Wahai Ummul Mukminin aku bertawaf mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dan aku melakukan istilām pada Rukun Aswad sebanyak 2 kali atau 3 kali. Maka Aisyah berkata, ‘Semoga Allah tidak memberimu pahala. Kamu bersaing berdesakan dengan para lelaki? Tidakkah cukup bagimu bertakbir kemudian kamu berlalu?’” (Ma’rifatu al-Sunan wa al-Āṡār, juz 7 hlm 220)

Baca juga: Doa yang dipanjatkan di depan Ka'bah (Doa Dunia dan Akhirat)

Adapun riwayat bahwa Ibnu Umar berdesak-desakan demi mencium Hajar Aswad hingga hidungnya berdarah, maka hal itu mungkin dipahami mubahnya muzāḥamah (berdesak-desakan) asalkan tidak sampai menyakiti orang lain. Lagipula itu perbuatan Sahabat sementara ada riwayat marfū’ yang tegas melarang ayah Ibnu Umar untuk berdesak-desakan. Jadi, petunjuk Nabi ﷺ harus dimenangkan daripada ijtihad Sahabat.

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)

Demikian Artikel " Larangan Menyakiti Orang Lain Demi Mengusap dan Mencium Hajar Aswad "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close