ISTILAH PENAMAAN HAUL SOLO PADA HABIB ALI MUHAMMAD AL HABSYI
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Perbincangan mengenai penamaan “Haul Solo” kerap menimbulkan perdebatan di sebagian kalangan. Ada yang berpendapat bahwa istilah tersebut tidak tepat, lantaran tokoh yang diperingati, yakni al-‘Arif billāh Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, bukan berasal dari Solo dan bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia. Pandangan semacam itu sekilas tampak logis, namun jika ditelaah dengan kaidah berpikir yang benar dan prinsip penamaan peristiwa, sesungguhnya argumentasi tersebut mengandung kekeliruan mendasar dalam mendefinisikan suatu peringatan.
1. Telaah dari Segi Definisi (Al-Hadd)
Secara terminologis, “haul” berarti peringatan tahunan atas wafatnya seseorang yang dihormati, biasanya disertai pembacaan manāqib (kisah keteladanan) dan doa bersama. Dalam logika linguistik dan tradisi sosial, sebuah peringatan atau acara pada hakikatnya didefinisikan dan dinamai berdasarkan empat unsur pokok:
Siapa yang diperingati?
Di mana peringatan itu diadakan?
Oleh siapa diselenggarakan?
Kapan waktu penyelenggaraannya?
Mereka yang menolak istilah “Haul Solo” cenderung hanya menyoroti unsur pertama, yakni siapa yang diperingati, tanpa mempertimbangkan unsur di mana peringatan itu berlangsung. Padahal, dalam penamaan sebuah acara, unsur lokasi justru sering kali menjadi penanda utama yang membedakan satu peristiwa dengan peristiwa lain.
Sebagai contoh, “Haul Akbar Kudus” tidak berarti bahwa tokoh yang diperingati berasal dari Kudus, tetapi karena kegiatan itu diselenggarakan di wilayah Kudus. Dengan demikian, penamaan “Haul Solo” pun dapat dimaknai sebagai peringatan untuk Habib Ali al-Habsyi yang dilaksanakan di Kota Solo bukan pernyataan bahwa beliau berasal dari sana.
Baca juga: Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki Ketika Menghadiri Haul Solo
2. Membedakan antara Subyek dan Peristiwa
Kesalahan berpikir berikutnya muncul dari ketidakmampuan membedakan antara subyek yang diperingati dan peristiwa peringatannya. Dua hal ini memiliki eksistensi yang terpisah dan fungsi semantik yang berbeda.
Subyek yang diperingati: Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, seorang ulama besar dari Hadramaut.
Peristiwa peringatan: Sebuah acara tahunan yang dilangsungkan di Kota Solo sebagai bentuk kecintaan umat kepada beliau.
Menolak penamaan “Haul Solo” dengan alasan tokohnya bukan orang Solo sama tidak logisnya dengan mengatakan bahwa:
“Piala Dunia 2022 di Qatar” salah penamaan karena tim juara, Argentina, bukan berasal dari Qatar.
“Konser Dewa 19 di Jakarta” salah sebut karena lagu-lagunya tidak semuanya tentang Jakarta.
Nama suatu acara tidak selalu menggambarkan asal tokoh atau substansinya, melainkan tempat pelaksanaannya. Dalam konteks ini, istilah “Solo” hanyalah penanda geografis dari lokasi penyelenggaraan haul tersebut.
Baca juga: Kecintaan Kiai Sholeh Qosim Sidoarjo (Imam Besar Masjid Ampel) Kepada Para Habaib
3. Analogi untuk Memperjelas (Qiyās)
Untuk memperkuat pemahaman, mari kita gunakan analogi sederhana. Bayangkan terdapat “Pameran Lukisan Affandi di Singapura.” Tidak seorang pun akan menganggap penamaan itu keliru hanya karena Affandi adalah pelukis asal Indonesia dan telah wafat lama sebelum acara itu diadakan. Masyarakat akan langsung memahami bahwa maksudnya ialah: “Pameran karya-karya Affandi yang diselenggarakan di Singapura.”
Logika yang sama berlaku pada penamaan “Haul Solo.” Istilah tersebut berarti “Peringatan untuk Habib Ali al-Habsyi yang dilaksanakan di Kota Solo,” tanpa ada indikasi bahwa beliau berasal dari Solo atau memiliki keterikatan geografis dengan wilayah tersebut.
$ads={1}
4. Dimensi Kultural dan Spiritualitas
Lebih dari sekadar urusan semantik, “Haul Solo” memiliki makna sosial dan spiritual yang dalam. Ia menjadi simbol keterhubungan umat Islam Nusantara dengan mata rantai keilmuan dan kecintaan kepada ulama Hadramaut. Kota Solo hanyalah panggung tempat cinta itu diekspresikan melalui dzikir, shalawat, dan pembacaan manāqib.
Menolak istilah “Haul Solo” karena alasan geografis semata berarti mengabaikan dimensi ruhani dan kebudayaan yang jauh lebih substansial. Sebab, penghormatan kepada para ulama tidak dibatasi oleh ruang dan waktu; ia menembus batas geografis, bahasa, dan bangsa.
Penutup
Dengan demikian, secara logis, linguistik, dan kultural, penamaan “Haul Solo” tidak mengandung kekeliruan. Ia justru merupakan bentuk penghormatan universal terhadap seorang wali besar, dengan menjadikan Solo sebagai tempat berkumpulnya pecinta ilmu dan keteladanan Habib Ali al-Habsyi.
Nama hanyalah wadah; makna sejatinya terletak pada niat, cinta, dan adab dalam memperingati. Maka, mempermasalahkan istilah “Haul Solo” dari sisi asal-usul geografis tokohnya bukanlah sikap ilmiah, melainkan kekeliruan dalam memahami esensi sebuah peringatan.
Oleh: M Maki
Editor: Hendra, S/Rumah-Muslimin
(Rumah Muslimin)