PWI-LS MENYARANKAN BELAJAR KE MAMA GHUFRON DIBANDINGKAN KE HABAIB
RUMAH-MUSLIMIN.COM | PASURUAN – Sebuah surat edaran yang mengatasnamakan Pengurus Harian Perjuangan Walisongo Indonesia - Laskar Sabilillah (PWI-LS) Pasuruan Raya viral di media sosial dan aplikasi perpesanan. Surat tertanggal 20 Agustus 2024 tersebut berisi seruan provokatif untuk memboikot kalangan habaib (Ba'alawi) dan merekomendasikan sejumlah nama ulama sebagai rujukan alternatif, termasuk seorang tokoh yang rekam jejaknya menuai kontroversi tajam di masyarakat.
Baca juga: Gus Miek Pecinta Habaib dan Tawasul Ke Imam al Haddad
Surat yang ditandatangani oleh Gus Fadholy Dachlan sebagai Ketua dan Gus Purwanto sebagai Sekretaris itu secara terang-terangan menginstruksikan kepada umat Islam di Pasuruan, khususnya para santri dan pecinta Walisongo, untuk mengambil sikap tegas terhadap habaib.
Dalam empat poin utamanya, PWI-LS Pasuruan Raya menyerukan:
- Untuk tidak lagi mengamalkan tradisi yang identik dengan habaib, seperti Rotibul Haddad, Maulid al-Habsyi, Hizib Sakron, dan wirid lainnya.
- Untuk tidak lagi membaca dan mengkaji kitab-kitab karangan ulama Ba'alawi, seperti Sullam Taufiq, Nashoih Diniyah, dan Risalatul Muawanah.
- Untuk tidak lagi mengirimkan anak-anak untuk belajar di pondok pesantren milik habaib atau pondok pesantren yang sering mengundang mereka.
- Untuk tidak mengundang penceramah dari kalangan habaib untuk mengisi acara-acara keagamaan seperti maulid atau haul.
"Sebagai gantinya, undanglah ulamak-ulamak pribumi asli keturunan walisongo yg tidak mau dibodoh-bodohi oleh Ba Alawi," demikian kutipan dalam surat tersebut.
Seruan boikot ini merupakan puncak dari polemik nasab habaib yang dalam beberapa waktu terakhir kembali memanas di Indonesia. Gerakan ini dimotori oleh kelompok yang meragukan validitas silsilah para habaib sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, seringkali didasarkan pada argumen tes DNA dan penafsiran ulang catatan sejarah. Surat ini mengklaim seruannya sejalan dengan arahan dari Brigjen Pol Akhmad Nuwahid dan Ketua Umum PWI se-Indonesia, Sayid Syarif Gus Fuad Plered.
Rekomendasi Rujukan dan Munculnya Nama Kontroversial
Yang menjadi sorotan utama dari surat edaran ini bukan hanya seruan boikotnya, tetapi juga daftar nama ulama yang direkomendasikan sebagai pengganti. Di urutan pertama dalam daftar tersebut tercantum nama KH Abdul Ghufron al-Bantani, yang juga dikenal dengan sebutan Mama Ghufron.
Pencantuman nama Mama Ghufron ini dinilai sangat problematis oleh banyak pihak. Pasalnya, Mama Ghufron adalah sosok yang sangat kontroversial. Berbagai video yang beredar di internet menunjukkan perilakunya yang tidak lazim dan ucapan-ucapannya yang dianggap tidak sesuai dengan syariat dan akal sehat oleh sebagian besar umat Islam.
Baca juga: Mama Ghufron; Orang Gila yang Dianggap Wali, Sering Bertapa dan Tidak Mejalankan Syariat
Sejumlah media dan forum online, bahkan secara terang-terangan menyebutnya sebagai "orang dengan gangguan jiwa yang diangkat menjadi ulama" oleh para pengikutnya. Kritikus menyoroti klaim-klaimnya yang dianggap berlebihan dan perilakunya yang tidak mencerminkan kewibawaan seorang alim ulama. Di sisi lain, para pengikutnya meyakini bahwa ia adalah seorang waliyullah dengan tingkatan jadzab (orang yang akalnya "diambil" oleh Allah karena kecintaannya yang mendalam), sehingga tindakannya tidak bisa diukur dengan standar orang biasa.
Rekomendasi PWI-LS Pasuruan untuk belajar kepada sosok sekaliber Mama Ghufron justru dianggap sebagai sebuah blunder yang mendelegitimasi gerakan mereka sendiri. Bagi para penentangnya, hal ini menunjukkan standar keilmuan yang rapuh dari kelompok tersebut. "Bagaimana mungkin sebuah gerakan yang mengklaim berbasis pada data ilmiah dan sejarah, justru merekomendasikan umat untuk belajar pada figur yang kewarasannya saja masih dipertanyakan oleh publik?" ujar seorang pemerhati sosial keagamaan yang enggan disebutkan namanya.
Selain Mama Ghufron, nama lain yang tercantum adalah KH Imaduddin bin Utsman al-Bantani, yang memang dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam gerakan pengujian nasab habaib. Ada pula nama Raja Dangdut, Rhoma Irama (Sayid Syarif Raden Haji Oma Irama), yang dicantumkan atas perannya dalam dakwah.
Hingga berita ini diturunkan, surat edaran dari PWI-LS Pasuruan Raya ini terus menuai perdebatan sengit di ruang publik, memperdalam jurang polarisasi antara kelompok pro dan kontra habaib di Indonesia. Kehadiran nama Mama Ghufron sebagai rujukan utama dalam surat tersebut menjadi ironi yang paling banyak dibicarakan, mengubah diskursus dari polemik nasab menjadi pertanyaan kredibilitas gerakan itu sendiri.
Penulis: Hendra, S
(Rumah Muslimin)